viglink

Logo

Image by FlamingText.com

Enable clik

Info masuk



Listen My Radio at Facebook or Here

Background

online

wibiya widget

Change colour

Silahkan Pilih Warna Background

Follow


Tulisan Ketik

Terima Kasih Dah Berkunjung di http://www.boyarwin.blogspot.comSilahkan Anda Bagi Komen Ya...

Comments TIPS BERCINTA YANG ISLAMI


1. Jangan berduaan dengan kekasih di tempat sepi, kecuali ditemani mahram dari sang wanita (jadi bertiga)
-
“Janganlah seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali bersama mahromnya…”[HR Bukhori: 3006,523, Muslim 1341, Lihat Mausu'ah Al Manahi Asy Syari'ah 2/102]
-
“Tidaklah seorang lelaki bersepi-sepian (berduaan) dengan seorang perempuan melainkan setan yang ketiganya“ (HSR.Tirmidzi)
-
2. Jangan pergi dengan kekasih lebih dari sehari semalam kecuali si wanita ditemani mahramnya
-
“Tak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian sehari semalam tidak bersama mahromnya.” [HR Bukhori: 1088, Muslim 1339]
-
3. Jangan berjalan-jalan dengan kekasih ke tempat yang jauh kecuali si wanita ditemani mahramnya
-
“…..jangan bepergian dengan wanita kecuali bersama mahromnya….”[HR Bukhori: 3006,523, Muslim 1341]
-
4. Jangan bersentuhan dengan kekasih, jangan berpelukan, jangan meraba, jangan mencium, bahkan berjabat tangan juga tidak boleh, apalagi yang lebih dari sekedar jabat tangan
-
“Seandainya kepala seseorang di tusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (Hadits hasan riwayat Thobroni dalam Al-Mu’jam Kabir 20/174/386 dan Rauyani dalam Musnad: 1283, lihat Ash Shohihah 1/447/226)
-
Bersabda Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wassallam: “Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan dengan wanita.” [HR Malik 2/982, Nasa'i 7/149, Tirmidzi 1597, Ibnu Majah 2874, ahmad 6/357, dll]
-
5. Jangan memandang aurat kekasih, masing-masing harus memakai pakaian yang menutupi auratnya
-
“Katakanlah kepada orang-orang beriman laki-laki hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya..” (Al Qur’an Surat An Nur ayat 30)
-
“…zina kedua matanya adalah memandang….” (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i)
-
6. Jangan membicarakan/melakukan hal-hal yang membuat terjerumus kedalam zina
-
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang jelek” (Al Qur’an Surat Al Isra 32)
-
“Kedua tangan berzina dan zinanya adalah meraba, kedua kaki berzina dan zinanya adalah melangkah, dan mulut berzina dan zinanya adalah bicara.” (H.R. Muslim dan Abu Dawud)
-
7. Jangan menunda-nunda menikah jika sudah saling merasa sepadan
-
“Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).
-
“Yang paling banyak menjerumuskan manusia ke-dalam neraka adalah mulut dan kemaluan.” (H.R. Turmudzi dan dia berkata hadits ini shahih.)

Ingatlah:
kadang peristiwa besar bermula dari hal-hal kecil
permulaannya memandang, lalu tersenyum, kemudian menyapa, lalu bersembang, trus berjanji, kemudian berdating, dan akhirnya berzina...

Comments Kata-Kata Mutiara 1


dimana letak kasih sayang kalau tiada keikhlasan
diamana letak kehidupan kalau tiada perasaan
cinta tak lebih sepenggal dusta
cinta tak lebih pengkhianat rasa..
cinta adalah awal dari kemunafikan kita,,
waspadai cinta karena dia buta dan telah siap membutakan mata bathin kita sendiri,,
tiada satupun cinta yng abadi kecuali cinta kepada sang pencipta….

jika mencintai itu indah mengapa harus ada air mata
jika mencintai itu menyakitkan kenapa harus ada tawa
cinta boleh buat kita terbang walau tak bersayap
cinta boleh buat kita mati walau tak membunuh
cinta itu kadang boleh apa saja….

cukup menyakitkan jika orang itu pura2 mencintai kita, 
tapi lebih menyakitkan lagi kalau kita pura2 tak mencintainya (padahal kita sangat mencintainya).

saat malam datang ku pandangi langit berbintang,
ingin aku berada di atas awan, 
merasakan belaian kasih sayang, 
kau yang ku puja, kau yang ku damba. 
tanpa dirimu hatiku hampa, 
tanpa pelukmu aku tersiksa. 
kasih dalam sejuknya malam ingin aku memelukmu hingga akhir waktu, 
aku tak kan merasa jemu, 
kasih yang ku tunggu dalam hatiku yang kelabu...


Jika cinta itu indah namun berduri, 
maka biarkan aku hanya sekedar kagum akan keelokanmu. 
jika rindu mu bagaikan jalan yang lurus namun berjurang, 
maka biarkan aku berhenti untuk tetap setia menanti tulus perlindungan darimu.

jika cinta bagimu hanyalah sajian indah surga dunia, 
maka lain halnya denganku 
yang menganggap itu segalanya. 
hatiku bak kayu yang lapuk termakan waktu 
mengharap sandaran jiwa tuk tetap bertahan 
dalam rentangnya hidup yang tak terbaca oleh sisa senja...

jangan sampai aku melihat air di matamu, 
hanya boleh ada senyum yang menghiasi bibirmu.
adakah bintang di bola matamu,
adakah pelangi di sudut bibirmu, 
dan jangan pernah kamu mengucapkan kata-kata 
untuk berpisah karna aku takan sanggup hidup tanpamu……….

waktu takkan menjadi batu jika kita saling bersatu,,,,,

air takkan mengeluh jika kita tak pernah mengeluh,,,,,

bintang kan bercahaya jika kita saling percaya,,,,,

hidup takkan sia-sia jika kita saling setia,,,,,,,
apapun yang terjadi kita kan bersama___

Teman sejati.. adalah dia yang mau mengerti saat kamu berkata “aku lupa”, 
menunggu selamanya ketika kamu berkata “tunggu sekejap”, 
tetap tinggal ketika kamu berkata “tinggalkan aku sendiri”, 
dan membukakan pintu meski kamu belum mengetuk dan berkata “bolehkah saya masuk?” 


Dalam hidup ini ada begitu banyak pintu kebahagiaan yang terbuka untuk kita, 
tapi kadang kita terpaku pada sebuah pintu yang tertutup 
dan terus berharap suatu saat pintu itu akan terbuka, 
sehingga kita tak menyadari keberadaan pintu-pintu lain yang terbuka untuk kita..

Jangan pernah mengucapkan selamat tinggal 
jika kamu masih mau mencoba, 
jangan pernah menyerah jika kamu
masih merasa sanggup, 

dan jangan pernah mengatakan kamu tidak mencintainya lagi 
jika kamu masih tak dapat melupakannya...


Comments Novel: Cintaku milik pengemis cinta


Eleh! Ada aku kisah. Ingat aku ni hadap sangat dengan laki kau tu. Sudah la hidung tak mancung. Pipi pula penuh jerawat batu. Setakat laki kau tu, aku tak hairan langsung. Ingat aku ni tak laku sangat ke? Sampai laki kau, aku hadap sangat.

Menyampah betul aku dengan si Zana tu. Ada ke patut dia tuduh aku nak rampas laki dia. Hei tolong sikit. Laki kau tu yang terhegeh-hegeh cari aku. Nak berbaik dengan aku. Lain kali jaga laki tu baik-baik. Laki sendiri yang gatal dah macam ulat bulu naik daun, aku yang nak di salahkan.

“Hoi!!”

“Opocot mak kau.”

“Kau apasal? Muka tu ketat semacam je?”Bella duduk di sebelah aku.

Dia ni lagi sorang. Kalau tak membuatkan aku semput memang tak sah.

“Takda apa la. Saja nak buat muka ketat.”balasku acuh tak acuh. Dah la aku ni geram dengan si Zana jiran sebelah rumah tu. Dengan laki dia yang tak berapa betul tu. Hei..lama-lama aku juga yang sewel nanti. Berjiran dengan orang tiga suku yang tak berapa betul.

“Tipu la. Atau sebab jiran tetangga sebelah kita tu. Dia ganggu kau lagi ke?”

“Hmm. Bini dia pulak ganggu hidup aku. Ada ke patut dia serang aku tadi. Dia kata, aku ni dah gatal nak berlaki. Kalau gatal sangat nak berlaki, jangan ganggu laki dia.”eh, betul ke aku cerita ni? Macam lintang pukang je. Argh!! apa-apa la.

Bella ketawa bukan main lagi. Macam dah tak ingat dunia. Apa yang aku cerita ni kelakar sangat ke?

“Bella..kau gelakkan aku?”

Argh! Makin gila aku dengan orang-orang sekeliling aku ni. Sebelah rumah macam tu dan yang ada dalam rumah ni…hmm, hampeh.

“Betul ke?”

“Apa Yang betul?”

“Kau gatal nakkan laki dia yang kacak tu?”

“Hoi! Sorry sikit erk. Takda dalam buku aku pun. Tak lalu aku, kalau dia jadi laki aku. Tak kacak mana pun. Atuk aku lagi kacak.”

“Habis tu, kenapa pulak dia nak tuduh kau macam tu?”

“Sebab dia tak tahu. Laki dia tu gatal.”

Terkumat-kumit mulutku membebel. Sakit hati betul. Siapa yang tak marah, bila dituduh begitu. Kalau takda kesabaran dalam hati aku ni, dah lama aku mengamuk tadi.

Biar satu taman tahu. Laki dia tu, gatal di belakang bini.

“Zana tu cemburu dengan kau. Kau tu kan cantik.”

Wah! Memuji aku pulak. Ini yang nak buat aku kembang sebaldi ni. Boleh terkoyak kain aku ni.

“Aku tahu. Aku ni cantik. Kalau tak laki dia tak tergila-gilakan aku la.”

“”Ceh! Melebih la pulak kau ni.”

Aku mengjungkit-jungkitkan keningku berkali-kali.Amacam? Macam Ziana Zain tak?

Cewah! Ada hati nak jadi macam Ziana Zain.

“Iema! Kau keluar Iema. Keluar!!”pintu rumah diketuk bertalu-talu.

Aku dan Bella saling berpandangan. Dari suara tu, macam si Zana. Angin apanya pulak? Aku tak buat apa-apa pun. Kenapa nak serang. Agaknya dia tahu, aku dok mengumpat dia.

“Kau pergi la tengok. Cakap je aku ni takda di rumah.”bisikku ke telinga Bella. Bella menganggukkan kepalanya. Terkinja-kinja aku berlari, menyorok di bawah tangga.

“Mana kawan kau yang gatal tu. Aku nak cabai mulut dia.”tercangak-cangak Zana di depan muka pintu. Di tangannya siap ada cili boh.

“Puan Zana. Nak cari Iema ke?”

“Ya la. Mana dia? Panggil dia keluar sekarang jugak!”bulat mata Zana.

“Kalau nak bagi cili boh tu. Bagi je pada saya. Nanti saya bagitahu Iema. Ini Zana yang bagi.”aduh! Kau buat aku nak tergelak besar je la Bella. Terhinjut-hinjut aku menahan ketawa.

“Hoi! Aku bawa cabai ni, sebab nak tenyeh kat muka dia. Mana dia?”

“Hello cik kak. Iema takda di rumah. Meh sini cabai tu. Nanti saya tolong tenyehkan muka dia. Akak pergi balik. Jangan nak buat kecoh di rumah saya ni. Malu la orang tengok. Bising-bising begini.”Bella menolak badan Zana pelan-pelan. “Balik dulu ya kak. Ni..”cili boh di tangannya di angkat. “..nanti saya tenyeh muka Iema.”

Bella kembali masuk ke dalam rumah. Cepat-cepat dia tutup pintu. Terus dia dapatkan aku dengan di tangannya ada cili boh.

“Wei..keluar la. Dia dah blah.”

“Kau ni. Yang pegang cili boh tu nak buat apa?”

“Aku nak tenyeh muka kau la.”Amboi, sedap lagi mulut tu.

“Eh! Aku main-main je la.”Bella tersengeh. Saja je menyakat aku. “Kau tengok ni Iema, tak guna lagi cili boh ni. Aku memang pun nak masak sambal tumis hari ni. Cili giling dah habis. Rezeki ada depan mata. Aku sambar je la. Pandai tak aku?”terhinjut-hinjut Bella ketawa. Argh!! Sempat juga budak ni. Suka hati kau la Bella. Janji aku selamat dari ditenyeh cili boh tu.

….

“Iema, kau dah nak balik ke?”Hah, ini lagi sorang. Dah ni time balik kerja. Itu pulak yang nak di tanya. Macam takda soalan lain yang nak di tanya. Tanya la. Kau dah makan ke belum? Boleh jugak aku minta dia belanja aku makan.

“Dah nak balik ke?”Harris tanyaku sekali lagi.

“Eh, takda la. Aku baru nak masuk pejabat. Baru pukul 05:30 petang ni.”sindirku. Muka aku. Hmm, dah semakin ketat.

“Garang la kau ni. Cuba la, kau manis-maniskan muka kau yang masam tu.”

Amboi, sindir aku ni.

“Muka aku masam bukan hal kau pun.”marahku. Tak suka la denga Harris ni. Suka sangat ganggu hidup aku. Ingat bagus sangat. Mentang-mentang la anak bos. Suka-suka hati dia je. Kenapa la, hidup aku ni di penuhi orang-rang yang begini. Di rumah jiran aku, di pejabat pun sama. Tak pernah senang.

“Eleh! Muka kau tu hari-hari memang gitu. Mesti la jadi masalah pada aku. Aku pun naik rimas tengok muka kau.”

“Hello cik abang. Siapa suruh kau tengok muka aku?”kucekak pinggangku. Kutenung lama matanya. Rasa macam berasap je telinga aku ni.

“Kena tengok la. Takkan aku nak tengok kat tempat lain pulak.”

Cepat-cepat aku mengalihkan badanku. Tak guna betul. Terkena juga aku.

“Kau nak ke mana?”soalan bodoh yang tak masuk akal.

“Nak balik la. Dah pukul berapa ni?”

“Kau tak boleh balik lagi. Big boss nak jumpa kau.”

Membulat mata aku. Buat apa nak jumpa aku? Atau dia ni sengaja nak kenakan aku.

“Tipu!”

“Takda masa la aku nak tipu.”Harris terus berlalu. Sempat dia mencuit pipiku. Tak guna betul dia ni.

Pintu bilik Dato’ Zainal ku ketuk dahulu.

“Masuk”kedengaran suara Dato’ Zainal.

“Ya Iema. Kamu tak balik lagi?”

Terpempan aku dengan pertanyaan Dato’ Zainal.

Bukankah dia yang nak jumpa aku. Kenapa soalan itu yang di tanya.

“Maaf datuk. Harris cakap. Datuk nak jumpa saya.”terangku yang sebenarnya.

Tersimpul senyuman terukir dibibir Dato’ Zainal. Kemudian di gelengkan kepalanya.

“Harris..Harris.. Tak habis-habis. Awak duduk dulu.”

Aku mengetap bibirku. Dato’ Zainal memanggil Harris pula. Kenapa pula Harris perlu ada.

“Masuk Harris.”tersengeh-sengeh. Dah macam kerang busuk. Tergaru-garu kepala, macam kepala tu penuh kutu.

“Kenapa pa?”

“Harris cakap papa nak jumpa Iema?”

Menyampah aku. Tergaru-garu tak habis-habis. Memang sah, rambut dia ni mesti penuh kutu.

“Harris main-main je. Saja nak menyakat Iema.”

“Apa? Kau main-mainkan aku.?”laju sahaja aku bangun berdiri. Dicekak pinggangku. Aku lupa, Dato’ Zainal ada di depan aku. Hati aku ni dah membara. Berasap-asap telinga aku ni.

“Kau ni. Serious sangat. Jangan la marah. Aku main-main je.”

“Sudah! Kamu ni Harris. Kenapa usik Iema begitu. Kan sekarang waktu balik pejabat.”

Tersengeh-sengeh. Itu je yang dia tahu.

“Maaf datuk. Saya nak balik.”aku mengundur dua langkah ke belakang.

“Nanti Iema. Biar Harris yang hantarkan.”pinta Dato’ Zainal.

“Eh, takpa datuk. Saya boleh naik bas.”

Aku terus keluar begitu. Malu pun ada. Aku boleh tertipu dengan si Harris. Memang la aku dan Harris pernah belajar satu universiti dahulu. Tapi tak pernah aku dekat dengan dia. Dari dulu lagi. Dia suka menyakat aku. Dah habis belajar. Aku rasa lega sangat. Sebab lepas tu, aku tak payah nak mengadap kerenah si Harris ni. Tak sangka pula. Tiba-tiba je dia juga kerja di sini juga. 2 bulan aku aman kerja di sini. Dia muncul, dan di kenalkan sebagai anak pemilik syarikat Maya Holding ni. Takkan aku nak berhenti kerja pulak. Bukan senang, sekarang ni nak cari kerja.

Aku berjalan ke perhentian bas. Menunggu bas. Aku dah terlepas bas yang selalu aku naik. Nak tunggu, pukul berapa pula bas ni nak lalu. Aku pun tak tahu. Jam di tangan ku pandang. Sudah jam 06:20 petang. Aku mencebik.

Ini semua sebab Harris. Kalau dia tak ganggu hidup aku tadi. Mesti semua ni tak jadi. Takpa! Hari ni hari kau. Hari lain, aku balas balik perbuatan kau Harris.

Ada kereta berhenti di depanku. Agaknya, nak menjemput perempuan yang bertudung di sebelah aku. Tapi kenapa dia tak berganjak pun. Buat tak tahu je.

Tingkap di buka. Nampak wajah pemandu. Harris.

“Iema!!”nama aku di panggil.

Aku buat bodoh je. Malas hendak melayan. Nak kenakan aku lagi la tu.

“Wei, Iema. Mari la naik. Aku hantarkan kau balik.”

“Taknak la. Aku boleh balik sendiri.”jual mahal.

“Cepat la.”

“Aku balik sendiri. Kau ingat aku tak reti nak balik sendiri.”

Aku sengaja buat jual mahal. Mata aku tertangkap pada seseorang yang datang ke arah perhentian bas. Tersengeh-sengeh dari jauh. Sambil melambai-lambai tangan. Aku amati wajah itu. Kalau tak salah itu jiran aku, Razif. Hah! Apa dia buat di sini.

Aku bingkas bangun.

Terus aku buka pintu kereta.

“Jalan cepat.!!”arahku. “Cepat la!!”kalutku. Ditampar berkali-kali peha Harris.

Aku menghela nafas lega, bila kereta yang ku naik ini terus jauh meninggalkan perhentian bas tadi.

“Tadi jual mahal sangat. Tetiba lari naik macam nampak hantu.”ada ukiran senyuman di wajah Harris.

Terkedu aku. Dijuih bibirku. Malu pun ada. Tapi takpa…janji aku selamat.

Aku lihat keluar kereta. Cuci mata melihat pandangan luar. Mulut aku ni dah terkunci.

“Di mana rumah kau?”

“Taman Jawi Permai.”jawabku laju.

“Oh, ada mulut. Ingatkan mulut kau jatuh tadi.”sinis Harris.

Eee..geramnya aku. Benci la dia ni.

Terkena juga aku.

“Aku hairan betul la dengan kau ni. Bukan sehari aku kenal kau. Tapi dah berkurun. Muka kau tu memang tak boleh nak maniskan sikit. Aku jumpa je. Muka kau masam je.”

aku menjeling ke arah Harris. Betul ke aku macam tu? Aku rasa aku ok je. Dia je yang tak pernah tengok aku ni bermanis-manis muka. Buta agaknya. Takkan aku nak senyum..ketawa memanjang.

Haiya..ini orang pun ada ke?

“Satu lagi. Aku kalau cakap dengan kau. Macam cakap dengan tunggul.”

“Apa? Kau samakan aku dengan tunggul.?”

“Iya. Cakap berasap-asap. Kau diam je. Tak menyahut. Nak kata mulut kau takda, ada.. Nak kata bisu, tak kan…?”

“Cakap tu berlapik sikit erk.”

Kumemeluk tubuhku. Sabar je la. Aku masih sedar diri. Kalau aku balas balik laser aku..memang sakit hati nanti. Dari aku kena turun di tengah-tengah pekan ni. Baik aku diamkan diri je.

“Betul. Jangan la macam tu. Aku nak jugak tengok kau senyum…ketawa.. Kau tak tak reti nak senyum atau ketawa ke?”tanya Harris. Soalan bodoh pertama kali yang diajukan selama aku hidup ni.

Aku memaksa senyuman di wajahku. Kelat sahaja.

“Senyuman terpaksa.”sinis Harris.

“Nak macam mana? Macam ni? Hihi haha..”aku pura-pura ketawa.

Terpempan aku. Dia pula yang ketawa terbahak-bahak.

“Kelakar jugak kau ni Iema.”

Hmm. Iya la tu. Pelik sungguh manusia ni. Macam tu pun di katakan kelakar. Aku menarik muka seposen.

“Mana satu rumah kau.”

“Depan tu.”muncung mulut aku. Menunjukkan rumah sewaku. Diluar rumah kelihatan Zana sedang menyiram pokok bunga di halaman rumahnya.

Alamak! Mak lampir ada di luar rumah. Nanti mesti dia nak cari gaduh dengan aku.

“Mana?”

“Tu..”

“Kat orang siram pokok bunga tu ke?”

“Sebelah rumah dia tu.”

Kereta dihentikan betul-betul di hadapan rumah sewanya. Aku melirik ke arah Zana. Dah nampak muka dia lain sangat. Diperhatikan sahaja aku.

Pinggangnya dah dicekak.

Aku turun kereta seperti biasa.

“Hei. Kau sini? Aku tak habis lagi nak ajar kau semalam. Kau sengaja larikan diri dari aku kan?”tak habis-habis lagi gunung berapi si Zana ni. Cemburu tak tentu pasal.

“Maaf la Zana. Aku takda masa nak bergaduh pasal laki kau tu.”

“Amboi sedapnya mulut kau. Laki aku cakap, kau yang terhegeh-hegeh nakkan dia.”

“Hmm..percaya la cakap laki kau tu.”aku kembali ke kereta. Pintu kereta kubuka. Harris kutarik keluar dari perut kereta. Tangannya terus kurangkul erat. Mujur Harris bagi kerjasama. Kalau tak, tak menjadi lakonan aku ni.

“PUAN ZANA… Saya tak pandang la suami kau tu. Apa yang dia ada, nak dibandingkan dengan tunang aku ni. Ini aku kenalkan tunang aku. Harris!!”aku perkenalkan Harris kepada Zana sebagai tunangan aku. Tergamam dia.

“Sayang. Ini jiran Iema. Dia ni la yang Iema selalu cerita tu. Yang kata Iema nakkan laki dia.”manja suaraku. Terpaksa.

“Iya ke? Jadi ini la orangnya.?”

“Hmm..”

“Puan. Tunang saya ni…selalu sangat cerita tentang suami puan tu. Dia suka sangat ganggu tunang saya ni. Tadi..masa nak balik. Suami puan kejar tunang saya ni. So..siapa yang kejar siapa? Siapa yang gilakan siapa? Macam ni la puan. Puan selesai la baik-baik dengan suami puan tu. Jangan nak salahkan orang.”sindir sahaja Harris. Macam mana dia tahu? Suami Zana kejar aku tadi? Argh!! Biar je la.

Terdiam Zana. Malu sendiri. Dihentak-hentakkan kakinya. Terus masuk ke dalam perut rumah.

Haha.. Padan muka kau Zana. Tuduh lagi aku bukan-bukan.

Aku tersenyum puas. Seronok lihat Zana terkena dengan Harris.

“Apa kau pandang-pandang?”marahku. Aku perasan Harris merenungku tadi.

“Akhirnya. Dapat juga aku tengok kau tersenyum. Manis.”puji Harris. Sukanya aku. Tambah-tambah lagi lelaki kacak macam Harris yang puji.

“Aku masuk dulu.”

Aku membuka pintu pagar yang terkunci.

“Baru balik Iema?”suara Razif menegur. Tersengeh-sengeh. Sejak bila dia balik pun aku tak perasan. Menyampah aku. Sempat juga nak merenyeh dengan aku.

“Sayang…”Harris datang dekat padaku. Aku membalas senyuman Harris.

“Ya bang.”uwek. Cuak aku. Nak termuntah.

“Sayang tinggal handbag.”disua beg tanganku.

“Oh! Terima kasih.”

“Sama-sama.”

“Masuk dulu sayang. Malam ni jadi kan?”

“Hah?”bulat mataku. Apa yang jadi?

“Makan malam.”

Aku angggukkan kepalaku laju.

“Ok. Jadi.”kubiarkan sahaja Harris menggenggam jemariku. Kemudian dikucupnya. Hah! Ini dah melebih.

….

Novel Ombak Rindu yang sudah lama tersimpan, kembali kucari. Rindu pula hendak membacanya. Ingin imbas kembali cerita novel ini. Dengar kata novel ini akan diadaptasi ke filem. Itu yang membuatkan hati aku tertarik-tarik untuk membacanya lagi.

Di merata tempat aku cari. Tapi tak jumpa. Sehinggakan ke dalam kotak pun aku cari. Mana tahu tersesat masuk ke dalam kotak. Hampa sahaja pencarian aku.

“Mana pulak pergi novel aku ni?”

“Kau cari apa?”

“Novel ombak rindu. Kau ada nampak tak?”tanyaku.

“Alamak! Sorry la Iema. Aku lupa nak bagitahu kau. Sepupu aku pinjam.”

Aku menjuihkan bibirku. Dipeluk tubuhku.

Bella ni. Paling aku tak suka. Dia suka ambil barang aku, tanpa pengetahuan aku. Bila aku kalut cari begini. Baru dia sibuk nak beritahu. Teruk la kau Bella. Nasib baik kau kawan aku. Kalau tak, dah lama aku siat-siatkan kau.

Pintu diketuk bertalu-talu. Siapa pula yang datang ke rumah malam-malam begini. Jarang sekali rumah kami di kunjungi tetamu. Takkan si Zana tu lagi. Apa yang dia mahu.

“Kau pergi la tengok. Zana lagi agaknya. Aku nak menyorok.”bisikku.

Pintu rumah dikuak. Ada seorang lelaki berdiri di muka pintu rumah.

Terpampan Bella melihat kekacakan lelaki di depannya itu. Ditangannya membawa sejambak bunga mawar.

“Ya. Nak jumpa siapa?”tanya Bella gugup. Hatinya sudah cair. Dan berbunga. Malah lebih mekar dari bunga mawar yang di bawa itu.

“Iema ada.”

“Oh. Nak jumpa Iema. Ingatkan nak jumpa saya.”menggedik betul kau Bella. Mengeliat lebih. Macam tak pernah tengok lelaki. Kalau Zana kata kau tu gatal ok jugak. Ini barunya gatal.

Amuk aku di dalam hati.

Aku keluar dari persembunyian aku.

“Kenapa kau datang malam-malam ni?”tanyaku kasar.

“Aik! Kau dah lupa. Kan tadi kita janji nak keluar malam ni.”Harris cuba mengingatkan aku.

“Hei. Aku main-main je la. Aku terpaksa. Nak mampus.”marahku lagi. Sambil ku terhendap-hendap rumah sebelahku. Mana tahu, ada Zana atau Razif. Habis la rancangan aku.

“Tak kira. Aku dah datang. Kau kena keluar dengan aku jugak.”

“Eee..kau tak faham ke? Aku tak mahu.”suara yang tadi meninggi kembali perlahan. Seakan berbisik.

“Atau kau nak…”

“Nak apa?”

Muncung mulut Harris ke arah rumah sebelah. Ada suara berborak. Suara Zana dan Razif.

Mereka berdua bertekak kecil.

“Kejap ya sayang. Iema bersiap dulu. Lupa la.”aku masuk ke dalam bilik. Mahu tak mahu, terpaksa juga aku. Aku terperangkap sendiri.

Aku mengenakan dress labuh ke badanku. Aku rasa ini paling cantik yang aku ada pun.

Mahu tak mahu, aku keluar juga dengan Harris. Bukan main tersenyum lebar lagi dia.

Gamaknya, dia suka pada aku? Perasan la pulak. Tapi pandangan mata dia tu. Aku rasa lain sangat.

“Wah! Cantiknya sayang abang ni. Ini yang buat abang tambah sayang lagi ni.”bersahaja je Harris ni. Aku pulak. Senyum. Senyum yang dipaksa-paksa. Tapi lebarnya sampai ke telinga. Mana taknya. Ada mata yang memandang kami.

Sudah jauh kami diperjalanan. Tapi aku sedikit pun tak bersuara. Mulut aku terkunci. Tapi jantung aku. Tak tahu nak kata macam mana. Dup dap dup dap sahaja. Berdegup laju.

“Kau nampak cantik malam ni.”puji Harris. Tapi tak tahu la tahap keihklasan pujian dia tu. Samada nak bagi aku perasan. Atau memang betul aku cantik malam ni. Tapi selama ni, memang aku cantik pun. Itu pun kau tak perasan. Huh!

“Tapi sayang..muka kau tu tak sesuai untuk orang secantik kau ni. Masam je.”

“Kau cakap tu baik-baik sikit erk. Muka aku ni masam ke manis ke? Kau boleh rasa ke?”

“Memang la tak dapat nak rasa. Tapi aku rimas la. Cuba kau senyum. Senyuman yang betul-betul ikhlas.”

“So..jangan la paksa aku senyum. Kau nak tunggu senyuman yang ikhlas dari aku. Kau tunggu la. Bila aku rasa betul-betul ikhlas nak senyum pada kau.”berjela aku menjawab. Dia sorang sahaja yang sibukkan dengan muka aku ni. Orang lain tak menyibuk macam dia.

“Sombong!”bentak Harris.

“Aku sombong, itu aku punya hal la.”

“Ego!”

Argh! Suka hati kau. Nak kata apa pun pada aku.

“Selfish!”dia kutuk aku tak habis-habis. Lagi aku diam. Macam-macam yang keluar dari mulutnya.

“Hantar aku balik.!”kuat suaraku. Dah tak boleh tahan. Telinga aku ni panas.

“Dah terlambat nak balik. Kita dah sampai pun.”

“Nak balik!”

“Balik la sendiri.”

Kereta sudah pun di hentikan di depan Restoran Santai.

“Nak balik. Balik la. Sini takda bas, malam-malam.”

Aku menjuihkan bibirku. Memang kawasan ni. Bas tak masuk. Malang sungguh aku. Ini la jadinya, jika tinggal di corok kawasan luar bandar.

Aku memandang keadaan sekeliling. Restoran apa agaknya di bawanya aku.? Sudah la kawasan ni tak ramai orang. Taman perumahan baru nak membangun. Rumah-rumah masih banyak yang kosong tak berpenghuni.

“Tunggu.”aku melangkah kakiku laju. Takut juga aku. Mana tahu. Ada orang jahat ke, hantu ke? Ish, merepek aku ni.

Terpaksa buat muka seposen. Ikut je Harris. Taknak la aku, jalan sorang-sorang dengan suasana yang sunyi begini. Apa punya tempat dia bawa aku. Sengaja tak mahu bagi aku lari.

Pandai kau Harris.

“Tempat apa kau bawa aku ni?”

“La..kau tak reti baca ke? Terpampang bukan main besar lagi. ‘RESTORAN SANTAI’. Tak reti baca?”

“Aku tahu la. Tapi tempat ni sunyi semacam je.”

“Ish. Kau ni. Itu bukan orang ke.?”

“Memang la orang, tapi tak ramai. Kiri kanan. Takda kedai yang buka.”

“Hello, cik kak. Dah nama kedai baru. Banyak la kedai yang belum buka.”bergetap bibir Harris.

“Hai, abang Harris.”

“Hai, sweet.”

Hah! Bencinya aku. Sweet…abang.. uwek… Siapa perempuan ni. Boleh tahan cantiknya. Menyampah aku. Depan-depan aku pun nak bercintan-cintun. Please la. Kalau nak mengayat sekali pun. Jangan la depan aku. Sakit hati aku ni. Rasa macam nak lagakan sahaja kepala dorang berdua ni.

“Iema, nak makan apa?”

“Taknak la..”balasku kasar. Sempat aku menjeling ke arah perempuan depan aku tu. Tersenyum-senyum.

“Minum?”tanya Harris lagi.

“Taknak!!”

“Aih, semuanya taknak. Habis tu nak apa?”

“Abang..akak ni macam cemburu je. Akak salah faham ni.”sinis sahaja. Terkena aku.

Tapi betul ke aku cemburu?

“Eh, mana ada.”sangkalku.

“Kau cemburu erk?”Harris pula tanya. Darah naik menyelinap ke muka je. Aku pun tak tahu, aku cemburu atau apa.

“Mana ada.”acuh tak acuh sahaja aku membalas.

“Iya la tu. Farra, hmm…abang nak macam biasa. Buat 2 set,”Harris memesan pesanannya.

“Minum.?”

“Pun macam biasa. Buat dua jugak. Akak ni, dia malu.”

“OK.”

Perempuan itu terus berlalu, setelah mengambil pesanan. Bukan main lenggang-lengguk jalannya. Mengada-ngada pun ada.

“Kau pandang apa? Cantik tak?”muncung mulut Harris ke arah Farra yang berlenggang-lengguk tu.

“Tak tahu la. Citarasa kau. Bukan aku. Tanya aku buat apa.”balasku acuh tak acuh.

“Mesti la tanya pendapat. Cantik tak?”tanya Harris lagi.

“Cantik.”balas ku acuh tak acuh.

“Aku tahu. Memang dia cantik. Tapi kau kalau sentiasa senyum macam Farra. Kau lagi cantik.”ini nak memerli atau memuji.

Aku membelek telefon bimbitku.

Saja. Dah tak tentu arah. Harris asyik senyum-senyum je kat aku. Malu la. Mata dia, asyik pandang aku je.

“Harris, please la. Jangan pandang aku macam tu.”tegurku. Aku rimas.

Dia sikit pun tak peduli. Dia terus memandang aku. Makin tidak senang dudukku.

Berdetup-detap jantungku.



Hari ini, sebenarnya aku malas sekali nak ke pejabat. Mata aku ni berat je. Dengan hujan lebat begini. Kalau tidur,hmm..mesti best sejuk-sejuk ni.

“Iema, kau tak siap lagi ke?”

“Aku tengah bersiap la ni.”balasku. Sambil tanganku mencalit mulut merah ke bibirku.

“Aku pergi dulu.”

“Tunggu la aku. Aku nak tumpang kau.”kalut aku. Aku mencapai beg tanganku yang tergantung di belakang pintu.

“Hish, aku dah lambat. Kau pergi dengan abang kau. Dia tunggu kau di luar.”Bella terus keluar tinggalkan aku. Bila pula aku ada abang? Takkan abang sepupu aku Azam.? Tak mungkinlah. Diakan baru je ke oversea. Abang mana pula?

Aku terus melangkah keluar dari perut rumah.

“Morning sayang!!”

Alahai, Haris lagi. Pagi-pagi ni, buat apa dia datang. Tak puas lagi ke semalam jumpa aku.

“Morning sayang..”sekali dia menyapaku. Kali ini dia menghulurkan sejambak bunga mawar merah kepadaku. Bunga mawar semalam pun aku berikan pada Bella. Ini, aku nak berikan pada siapa pula? Hmm..nak ambil, tak mahu? Aku bermain teka-teki sendiri.

“Ambil la. Khas untuk kau.”

Teragak-agak juga aku. Sebenarnya aku teruja sangat. Suka! Tapi saja je tak tunjuk. Tak mahu la nak melebih-lebih.

“Terima kasih.”

“Macam tu la. Jangan jual mahal sangat.”sindir Harris.

“Jom. Kita pergi pejabat sama-sama.”ajak Harris. Jadi inilah yang Bella maksudkan. Aku menjuihkan bibirku, bila teringat kata-kata Bella tadi.

Aku hanya merelakan sahaja. Ikut sahaja Harris. Aku tahu, Harris walaupun senakal-nakalnya. Dia cuma suka mengusik aku je. Tapi hati budinya baik.

“Kau dah makan?”tanya Harris.

“Belum.”

“Kita breakfast sama-sama.”pelawa Harris.

“Aku puasa. Sorry.”jawabku.

“Oh! Kenapa tak beritahu semalam. Kalau tak, boleh aku temankan puasa. Boleh kita buka puasa sama-sama.”laju sahaja tuturnya.

Hello! Aku kalau nak berpuasa, aku tak kira la. Tak perlu nak berteman-teman.

“Aku ada something nak cakap dengan kau.”Harris mebuka radio. Siaran radio Suria Fm di corong radio. Suara Halim Othman dan Syarifah Syahirah berceloteh rancak di pagi-pagi ni. Aku pun suka dengar mereka berceloteh pagi-pagi. Rasa ceria je. Tak sangka, kat sini kami ada persamaan.

“Cakap je la.”

“Shhh. Diam. Dengar lagu ni”

Tadi kata nak cakap sekarang dia suruh diam pulak. Pelik la dia ni.

Lagu Stacy Kisah Dongeng ke dengaran di corong radio. Lagunya memang sedap di dengar. Mendayu-dayu.

‘Ku sedar ku tak seberapa
Jika dibanding mereka
Yang jauh lebih megah dari diri ini
Apa yang mampu ku berhias
Hanyalah hati yang ikhlas
Terpendam simpan untuk dia yang sudi
Mencintai aku dengan seadanya
Mencintai aku bukan kerana rupa
Dalam waktu sedu
Dalam waktu hiba
Ku harapkan dia rela
Mencintai aku dengan seadanya
Sanggup menerima insan tak sempurna
Atau mungkin cinta sebegitu hanya
Kisah dongeng saja ‘

Harris leka sekali melayan lagu Kisah Dongeng dari Stacy. Nak tergelak aku. Bila Harris layan lagu ni. Serius sekali dia. Mengikut bait-bait lagu. Walaupun nyanyiannya berbisik. Tetapi jelasku dengar.

“Bestkan lagu ni?”

“Boleh la.”balasku acuh tak acuh.

“Untuk kau.”Harris sempat mengenyitkan mata ke arahku.

Terpempan aku. Lagu ni untuk aku. Iya la tu. Saja nak mainkan aku.

“Iema..aku, sebenarnya…”kata-kata Harris terhenti di situ sahaja.

Jantung aku pula berdegup kencang. Adakah dia ingin meluahkan perasaan pada aku. Oh tidak! Apa harus aku jawab nanti.

“Sebenarnya aku suka…”

“Suka apa?”sergahku. Tergagap-gagap. Cakap terang je la.

“Aku suka kawan dengan kau.”laju sahaja kata-katanya.

Aku menjuihkan bibirku. Kawan je? Ingatkan kau ada perasaan pada aku. Tadi siap tuju lagu tu pada aku. Aku ingat kau suka aku. Desis hatiku. Aku pula yang nak rasa geram.

“Selama ni. Kita bukan kawan ke?”

“Memang la. Tapi tak rasmi lagi.”

“Nak kawan tak perlu nak rasmi. Kawan je la.”balasku.

“Betul ni. Jadi kau sudi terima aku la.”

“Selama ni, memang aku anggap kau kawan aku.”

“Tapi aku bukan nak berkawan dengan kau.”

Pulak. Tadi dia cakap nak berkawan dengan aku. Sekarang tak mahu. Agaknya, dia ni dah tiga suku. Banyak sangat berfikir tentang kerja.

Naik geram aku. Main-main pula dengan aku.

“Taknak kawan sudah. Aku tak rugi apa-apa pun.”

“Aku tak mahu berkawan biasa…tapi aku nak lebih dari tu..”

“Lebih?”

“Lebih daripada seorang kawan.”katanya lagi.

“Oh! Kau nak jadi teman baik aku? Tak jadi hal.”jawab aku acuh tak acuh.

“Ish, susah la kau ni.”tiba-tiba keretanya di hentikan secara mengejut.

“Kau ni gila ke? Nasib baik tak terhantuk depan tu.”marahku. Terkejut dengan tindakan gila Harris.

“Memang aku gila. Gilakan kau.”

“Kau ni memang sah gila.”jeritku kuat.

“Iema, aku sukakan kau. Dah lama aku pendamkan perasaan aku pada kau.”Harris meluahkan perasaannya padaku. Aku macam tak percaya je.

Dia buat aku tergelak je. Sukakan aku. Selama ini, bukan main dia kutuk aku.

“Bukan masanya nak main-main Harris.”

“Aku serius. Tak main-main.”

Aku diam. Apa jawapan yang harus aku beri. Takkan aku nak terima. Sedangkan kami masih belum kenal hati budi masing-masing lagi. Walaupun kami sudah mengenali lama antara satu sama lain. Tetapi jauh di sudut hati, aku memang langsung tiada perasaan pada dia. Memang adakala bersamanya kadangkala aku akan rasa debaran. Tapi tak begitu lama.

“Maafkan aku Harris.”

“Aku bagi kau masa. Nanti kau dah ada jawapan. Kau beritahu aku.”

Aku diam sahaja. Tidak mahu memberi apa-apa harapan yang menggunung pada Harris. Nanti dia berharap pada aku pulak.

“Kau dengar tak?”

“Dengar. Bagi aku masa.”

“Sampai bila aku nak tunggu jawapan kau.”

Aku mencebikkan bibir dan mengjungkitkan bahuku.

Aku pun tidak ada jawapan untuk soalan Harris.

Kenapa aku juga yang dia pilih.?

Kenapa bukan perempuan yang lain. Istimewa sangat ke aku ni?

Aku tidak tahu apa yang mahu di bualkan dengan Harris. Harris pun diam juga. Agaknya dia malu sebab aku bersikap dingin sahaja. Jawapanku pula, acuh tak acuh.

Sampai juga ke destinasi.

Leganya aku. Tapi aku rasa pelik pulak dengan Harris. Dia terus membisu sahaja.

Sehingga sudah masuk ke dalam pejabat pun, dia tetap membatu. Dia marahkan aku ke? Kenapa aku nak terasa. Tak senang duduk aku di buatnya.

Masing-masing membuat haluan sendiri. Dia masuk ke biliknya dan aku ke bilikku.

Apa yang dah jadi ni? Ya Allah. Kenapa aku nak fikirkan tentang dia pula.

“Iema, ada meeting jam 09:00.”

“Ok, Mas. Thanks.”Mas selalu sahaja peringatkan aku. Kadang-kadang kalau aku sibuk dengan kerja, meeting pun aku boleh lupa.

Horlick 3 in 1 yang sedia ada di dalam laci ku capai. Kering tekak aku. Sebenarnya aku tipu Harris je tadi. Aku mana boleh puasa. Saja nak mengelak bersarapan dengan Harris.

Air panas kutuang ke dalam mug. Fikiranku pula jauh mengelamun.

“Ouch!!”mengelupurku. Air panas terkena jariku. Sudah nampak kemerahan. Mengelupurku kuat.

Harris memegang tanganku. Dia keluarkan sesuatu dari poketnya. Disapunya ke jari aku yang melecur terkena air panas.

Aku tidak terkata apa kali ini. Hanya terus memerhati dia mengubati tanganku yang pedih. Berkerimuk mukaku menahan rasa sakit.

“Lain kali. Hati-hati.”

Aku tersenyum mendengar bebelan Harris. Dia tahu mana tangan aku terkena air panas. Dia perhatikan aku dari tadi ke? Arh!! Perasan. Mungkin kebetulan dia datang tadi.

Aku diam. Digetap bibirku.

Harris terus berlalu. Tidak lama dia di situ. Apa agaknya dia buat di sini? Aku terjenguk-jenguk. Harris kembali masuk ke biliknya.

Aku terpandang mug hitam terletak di meja dengan sebungkus kopi segera.

Kalau tidak salah. Ini kepunyaan Harris. Jadi dia ke sini pun nak bancuh air? Aku mengambil mug hitam itu dan ku tuang kopi segera ke dalam mug. Ku tuang air panas. Kali ini aku lebih hati-hati.

Ke dua-dua mug itu ku bawa dengan hati-hati. Mug berisi air horlick, terlebih dahulu aku letakkan di meja bilikku. Mujur pintu tidak tertutup rapat. Boleh aku tolak dengan badanku.

Aku berada di depan bilik Harris. Aku menarik nafas sedalam-dalamnya dan kuhelanya.

Pintu ku ketuk berkali-kali.

“Masuk.”suara Harris kuat kedengaran.

Aku memulas bonggol pintu biliknya. Air kopi yang siap bancuh, kuletak di mejanya.

“Kopi kau.”

“Terima kasih.”jawab Harris.

“Aku pun sama. Terima kasih Harris.”

“Hmm..ada apa-apa lagi? Kalau takda apa-apa, aku nak bersendiri.”serius sahaja tutur Harris. Tidak pernah dia bersikap dingin dengan aku. Selalunya ada sahaja yang akan di usiknya. Tapi hari ni, aku rasa sunyi sangat tanpa usikan Harris. Dia marahkan aku ke?

Aku kembali ke bilikku. Aku mengambil fail-fail yang perlu ku bawa masa mesyuarat nanti. Air horlick panas ku teguk perlahan-lahan.

Sekali sekala mataku mengerling ke arah jam di atas mejaku. Sudah hampir jam 09:00 pagi. Aku mula bersiap-siap ke bilik meeting dengan fail di tangan.

Air horlick panas di teguk habis. Di sapu bibir dengan tisu yang ada di atas meja.

Kakiku melangkah keluar dari bilik. Menuju ke bilik meeting.

Keadaan riuh-rendah sekali. Seperti berada di pasar pula. Aku menghampiri bilik mesyuarat.

“Apa yang bising-bising ni Mas. Riuh je?”tanyaku. Aku tidak tahu apa yang mereka semua kerumun.

“Harris.”

“Kenapa dengan Harris.?”

“Dia pitam. Tiba-tiba sahaja dia rebah depan bilik meeting ni tadi.”

Bulat mataku. Terkejut. Kenapa dia pitam.? Aku cuma berikan kopi je. Tak letak pulak ubat-ubat dalam airnya. Kenapa boleh pitam. Takkan sebab minum kopi dari aku, dia pitam.

Ish, apa pulak nak fikir begitu? Apa kena mengena dengan kopi yang aku bancuh.

Aku juga menghampiri Harris.

“Kenapa biarkan Harris di situ. Cepat la bawa ke hospital.”geramnya aku. Boleh dorang tengok je dia. Tak berhati perut langsung. Takkan mereka ni pun nak jadi macam sedutan video yang di lihat di berita. Anak kecil 2 tahun dilanggar, tiada siapa pula yang tolong. Buat tak tahu je. Geram betul. Tak berperasaan betul.

“Datuk! Harris pitam.”jerit Zam, office boy.

“Apa? Cepat-cepat.. tolong bawa Harris ke dalam kereta saya. Iema, awak ikut saya.”

Aku menganggukkan kepala.

“Hari ni meeting kita cancle.”

Aku dan Dato’ Zainal menunggu di luar sementara dia di periksa. Terpancar kerisauan di wajah Dato’ Zainal.

“Datuk, maafkan saya. Boleh saya tahu, Harris sakit apa?”

“Harris ada gastrik. Tadi pagi dia tak makan. Tergesa-gesa keluar.”terang Dato’ Zainal.

Aku menekup mulutku yang ternganga. Pagi tadi Harris ada ajak aku breakfast, tapi aku tolak. Mungkin di sebabkan itu?

“Gastrik?”

Dato’ Zainal menganggukkan kepalanya. Walaupun penyakit itu tidak la seteruk mana. Ia tetap mengenai kesihatan. Aku tidak sepatutnya menolak pelawaan Harris. Dia datang rumah aku pagi-pagi, semata-mata nak bersarapan bersama-sama dengan aku?

Dato’ Zainal menerima panggilan dari pejabat. Seperti panggilan penting.

“Iema, awak temankan Harris. Saya perlu ke pejabat sekarang jugak. Ada clien penting datang.”

“Pergi la datuk. Saya boleh tengokkan Harris.”

Dato’ Zainal terus berlalu dengan tergesa-gesa.

Aku menghampiri doktor yang memeriksa Harris. Kalut aku bertanya. Cemas sekali aku. Aku rasa bersalah. Di sebabkan aku Harris sakit.

“Bagaimana dengan Harris doktor?”

“Tak apa-apa. Gastrik biasa sahaja.”

Boleh doktor cakap gastrik biasa sahaja. Aku tak puas hati betul dengan jawapan doktor tu. Orang dah pengsan tak sedarkan diri. Boleh dia kata biasa sahaja.

“Tolong jaga pemakanan suami awak. Apa yang dia makan pagi ni?”

Aku mengetap bibir. Bila pula aku ni isteri Harris.

“Seingat saya, dia minum kopi pagi tadi.”betul la jawapan aku tu. Harris tak makan apa-apa pagi ni. Cuma minum kopi yang aku bancuh pagi tadi.

“Hmm. Kalau boleh jangan berikan suami puan minuman seperti kopi, nescafe atau teh. Juga makanan yang masam-masam atau pedas.”aku hanya menganggukkan kepala. Harris ni pun satu. Dah tahu ada gastrik. Makan je la. Buat apa nak ajak aku. Sendiri cari penyakit.

“Macam mana sekarang?”

“Kami akan bagi ubat. Puan boleh bawa suami puan balik.”

Ini yang tak sedap di dengar. Aku nak bawa balik Harris.? Tadi aku datang pun tumpang datuk.

“Jom balik.”

“Aku boleh balik sendiri.”amboi, lain je bunyi. Takkan merajuk dengan aku.

“Jangan la macam tu. Jom aku hantar kau balik.”

“Buat apa kau nak ambil berat tentang aku.”

“Tak boleh ke aku nak ambil berat tentang kau?”sedikit meninggi suaraku.

“Jadi kau ambil berat tentang diri aku la.”tersenyum pula. Pelik la Harris ni. Dah biol agaknya.

“Boleh jalan tak ni?”

“Sakit lagi ni.”Harris menekan perutnya.

Mengada-ngada.

“Akak, ini ubat untuk suami akak. Makan ikut masa ya.”aku menganggukkan kepalaku.

Kami berdua terus berlalu.

Harris dari tadi, tidak habis-habis tersenyum. Entah apa yang di seronok hari ni pun aku tak tahu. Agaknya seronok jumpa jururawat cantik tadi. Ku cuba meneka.

“Iema, kan bagus kalau betul.”Harris masih lagi tersengeh.

“Apa yang betul?”

“Kan bagus. Kalau semua tadi betul.”

“Apa yang betul?”tanyaku geram. Sempat ku menjeling.

“Kau isteri aku.”Harris berbisik ke telingaku.

Aku terdiam. Kenapa semua cakap aku ni isteri Harris. Patut la Harris suka sekali.

Malu pulak aku.

“Iema..”Harris menggenggam jemariku. Aku cuba menepis. Tapi kuat pegangan tangannya.

Jantungku kali ini berdegup kencang. Sesak sahaja nafasku.

“Sudi tak, kau jadi isteri aku.”

Harris ni dah gila agaknya.? Dalam teksi, dia boleh melamar aku.

Pakcik teksi tu bukan main tersenyum lagi.

Malu betul aku. Mana aku nak letak muka aku ni. Rasa macam nak terjun je.

“Apa lagi nak. Terima je la.”menyampuk pakcik teksi.

Aku hanya menguntum senyum.

“Haa..senyum tu. Setuju la tu.”tambah pakcik teksi itu lagi. Pandai-pandai je kata aku setuju.

Harris tetap menggenggam jemari aku dari tadi sampai ke pejabat.

Tidak di lepaskannya. Macam tak mahu berpisah dengan aku je. Aku nak hantar ke rumah. Dia tak mahu.

Aku cuba meleraikan genggaman tadi, tapi masih tidak berjaya. Dah sampai di dalam pejabat. Nanti apa pula kata orang. Nanti timbul pula gosip panas.

Harris melepaskan genggaman tadi. Aku menghela nafas lega. Dia lepaskan juga.

Harris menepuk tangannya berkali-kali.

“Semua dengar sini.”kuat suara Harris.

Aku ni dah tergamam. Apa pulak yang hendak di buatnya. Tadi dia sudah lamar aku di depan pakcik teksi. Kali ini, apa pulak?

Semua pekerja memberi perhatian. Ingin mendengar pengumuman Harris.

“Hari ni. Saya nak beritahu, satu berita gembira.”

wajah aku ni dah berkerut. Berita gembira apa pulak.

“Iema, dah terima lamaran saya. Jadi tak lama lagi dia akan jadi suri hati saya.”

Ternganga mulut aku. Dah tak tercover lagi.

Bila masa aku setuju? Tertelan air liur aku. Ini dah jadi apa kes pulak.

Semuanya bertepuk tangan. Riuh rendah sekali lagi ruang pejabat.

Aku menarik Harris ke bilikku.

“Apa kau dah buat ni?”

“Aku cakapkan yang tadi la.”

“Aku tak cakap pun, aku terima kau.”menekan suaraku.

“Pakcik tadi cakap, kau senyum tu. Kau setuju.”

“Eee. Kau ni. Teruk betul la.”bentakku.

“Jadi, kau tak setuju.”kedengaran hampa sekali suara Harris. Wajahnya yan tadi ceria berubah wajah.

“Aku dah cakap. Bagi aku masa.”

“Takpa la. Aku pergi cakap pada mereka semua. Apa yang aku cakap tadi..tak jadi.”Harris melangkah kaki. Cepat aku sentap tangannya.

Aku mengetap bibirku.

Apa salahnya kalau aku mencuba. Lagipun Harris tidaklah seteruk mana pun. Lagipun dia seorang lelaki yang baik dan bertanggungjawab. Aku pun tiada sesiapa. Tidak salah kalau aku mencuba.

“Aku akan cuba. Beri aku masa. Takkan kau nak malukan diri, semata-mata nak cakap semua tu.”aku tidak sampai hati pula. Kesian Harris. Nanti timbul pula gosip yang bukan-bukan.

“Kau beri aku peluang.?”tanya Harris serius.

“Ya. Aku beri kau peluang. Jika kita serasi, kau boleh terus masuk meminang aku.”arh! Mulut aku ni. Seperti memberi harapan tinggi pada Harris. Bagaimana kalau aku tak boleh.

“Aku sanggup.”

Kenapa Harris seperti pengemis cinta.? Tidak malukah dia, mengemis cinta pada aku hingga begitu. Nak kata, dia tiada rupa. Tidak. Kacak orangnya. Takkan tiada yang berkenan padanya. Agaknya dia terlalu memilih.

2 bulan kemudian…

Sudah seminggu Harris ke oversea. Aku rasa, hidup aku ni rasa sunyi je. Tiada berteman. Tiada usikan.. Rasa seperti ada kekurangan sahaja. Dia pergi membawa diri. Merajuk dengan aku.

Bermacam-macam cara dia lakukan untuk ambil hati aku. Untuk gembirakan hati aku. Tapi aku layan dia acuh tak acuh je.

Bila dia jauh dari mata. Aku teringat pada dia pulak. Kenapa perasaan ini pulak yang menyinggah di hatiku sejak-sejak pemergian dia. Adakah aku rindukan dia. Aku pula seperti pengemis cinta. Mengemis cinta pada yang tidak sudi.

Aku jalani hidupku seperti biasa. Tetapi hidupku bagaikan kosong. Apakah hatiku ini sudah terbuka untuk dia.? Tetapi…aku sudah terlewat. Terlewat untuk menghulurkannya perasaan itu.

Hari-hari penantianku…hanya sia-sia. Dia makin pergi menjauh dariku. Terus menghilang tanpa khabar berita. Membawa hatinya yang rajuk.

“Hati kau. Masih belum boleh terima aku ke?”tanya Harris.

“Kau jangan la mendesak aku. Aku cuba la ni.”marahku. Hari itu memang aku emosional. Habis aku nak marah. Tak kira siapa pun. Termasuk Harris.

“Sampai bila. Dah dekat dua bulan. Takkan takda sikit pun perasaan kau pada aku?”

“Kau ni Harris. Dah macam pengemis cinta. Kau tak malu ke mengemis cinta pada aku? Kau tak malu ke?”kuat suara aku. Tidak aku peduli suara ku yang kuat itu kedengaran hingga keluar bilik.

Harris mengetap bibirnya.

“Kalau kau tak boleh. Kau jangan paksa. Kau boleh cakap baik-baik dengan aku. Kau sengaja nak bagi semua orang dengar. Aku ni pengemis cinta kau. Aku tahu. Aku ni tak layak untuk dapatkan hati kau. Apa-apa pun terima kasih Iema. Kau sudi cuba untuk terima aku jugak.”Harris terus berlalu.

Aku teringat kembali saat-saat itu. Sejak kejadian hari itu, Harris terus keluar dan hingga sekarang dia tidak masuk ke pejabat. Dato’ Zainal cakap, Harris ke Paris. Pergi ke rumah kakaknya di sana.

Aku menyesal sekali. Baru aku sedar, aku telah sakiti hati dia. Aku sudah malukan dia. Sepatutnya aku kawal perasaan aku tika itu.

Tanpa aku sedari, airmataku laju sahaja mengena pipiku.

Hatiku rasa sebak. Perasaan rindu itu makin mengcengkam jiwa aku.

Aku rasa aku telah kehilangan sesuatu. Bila dia tiada di depan aku, baru aku sedar. Selama ini, aku juga mempunyai perasaan yang sama. Keegoaanku selama ini. Telah memusnahkan segalanya.

Aku meraup muka ku lama.

“Harris, kau pergi mana? Aku rindukan kau.. Balik la Harris.”perlahan suaraku mengeluh.

Aku perasan ada seseorang masuk ke bilikku. Ada sejambak bunga di depanku.

Terpinga-pinga ku mencari. Tapi tiada sesiapa di dalam bilik pejabatku. Siapa yang letakkan bunga di mejaku.

“Harris..keluar la. Aku tahu. Kau yang berikan bunga ni pada aku.”

“Aku juga rindukan kau Iema. Makin aku jauh dari kau, makin perasaan itu mengcengkam jiwa. Aku tidak boleh lepaskan kau begitu sahaja. Aku sanggup jadi pengemis cinta.”

Harris datang di sebalik tirai. Dia bersembunyi di situ.

Jatuh airmataku lagi. Tidak dapat di kawal lagi perasaanku. Semuanya sudah menjadi satu.

Harris betul-betul berada di depanku.

“Iema, sudikah jadi isteri aku.”

Dalam tangisan masih ada tawa dariku.

“Sudikah kau terima aku..”

Aku menganggukkan kepalaku. Cincin yang pernah di berinya, sudah pun terselit di jari manisku. Aku sudah berjanji dengan diriku. Aku hanya akan memakai cincin pemberian Harris ini. Bila hatiku ini sudah menerima cintanya.

“Terima kasih Iema.”

Harris memegang jemariku.

Cintaku milik pengemis cinta ini.

Comments Watch Movie; A Cinderella Story: Once Upon a Song (2011)


A Cinderella Story: Once Upon a Song (2011)
Genre:Comedy / Family / Romance
Release:6 September 2011
Description:Cyrano De Bergerac meets Cinderella. Over-worked, harried and terrified of being put back in foster care, 17 year old Katie (Lucy Hale) does her stepmother and step-siblings' bidding without complaining. Vocally gifted, Katie feels particularly upset when forced to lay down singing tracks so that her untalented stepsister, Bev Van Ravensway, can hopefully win a recording contract from Massive Records - who's company President, Harvey Morgan, is scouting for new spectacular talent at a talent showcase for the Performing Arts Department at a prestigious private school.

Comments Watch Movie Spongebob Squarepants Christmas (2011)


Spongebob Squarepants Christmas (2011)

Genre:Animation / Comedy / Family / Short
Release:November 23, 2011
Description:Nickelodeon's popular animated series SPONGEBOB SQUAREPANTS chronicles the wacky adventures of a goodhearted, enthusiastic sea sponge and his nautical pals Squidward, Mr. Krabs, Patrick the Starfish, and Sandy the Squirrel in the underwater town of Bikini Bottom. This collection continues the adventures of the absorbent, yellow, and porous one with a short Christmas special

Comments Update status Facebook dgn kotak Chat


Cara Update status Facebook dgn kotak Chat Via My Blog...

Silah kan Klik Link Dalam Kotak Di bawah....

















Tuk Facebook Mini Silahkan Klik







Comments Novel: Cinta remaja




Buku-buku yang baru sahaja dibeli bersama-sama mamanya untuk persediaan persekolahan yang akan bermula esok harinya dibelek penuh teliti.

"Fuhh! Esok dah kena sekolah. Agak-agak macam mana ye nanti." Gadis berkulit hitam manis itu bermonolog. Dia bangun dari atas katil dan pergi menyeterika seragam barunya. Sekilas dia memandang buku-buku yang telah siap disusun atur ke dalam beg sekolah yang baru dibeli seminggu yang lepas.

"Sayang ! Dah kemas buku ke belum? Esok dah kena sekolah." teriak mamanya dari ruang tamu.

"Tengah siap-siaplah ni mama!." Jawabnya separuh teriak.

Gadis itu dapat merasakan bahawa dia sudah tidak sabar untuk melangkah ke sekolah menengah. Secara outomatik,dia terperangkap dalam dunia remaja. Dunia remaja?Ya,dunia remaja. Dunia remaja yang penuh dengan liku-liku yang entah dapat dihadapi atau tidak.\'Kalaulah aku boleh ubah masa,akan aku percepatkan lagi masa\'. Hatinya bermain kata.


SATU persatu langkah dicipta. Qisti yang tidak tahu arah yang hendak dituju di sekolah itu,hanya terus berjalan tanpa arah. Bertuah rasanya apabila dapat menjejakkan kaki di sekolah premier seperti sekolah di mana dia berada sekarang. Lagi-lagi apabila diberitahu bahawa dia ditempatkan di sebuah kelas yang terdiri daripada pelajar-pelajar cemerlang dalam UPSR. Apa yang dia harapkan kini ialah semoga dapat bertemu dengan teman-teman lamanya. Dia begitu rindu sekali. Setelah dua bulan mereka tidak bertemu.

"Hai! Korang dapat belajar kat sekolah ni jugak ke? La..ni yang syok ni. Korang tahu tak,aku rindu sangat kat korang." Qisti menyergah sebaik sahaja dia ternampak temannya. Tiga pasang mata menatap wajah mulus Qisti.

"Kau ni kan! Tak pernah berubah.Dari dulu sampai dah naik tingkatan satu,masih macam dulu.Suke sangat buat jantung orang kecut.Cubalah bagi salam.Bukannya susah.\'Assalamualaikum\'. Itu je. Hish!." Rungut Adyla.

"Betul kata Dyla.Tak berubah-ubah. Cubalah jaga kelakuan sikit,lasak sangat." Zureen mengakui kata-kata Adyla. Qisti hanya tersenyum sinis.

"Aku nak buat camne.Dah semulajadi aku macam gini.Apa yang aku tahu,aku adalah aku.Dan tak kan boleh berubah."

"Ehh!Cop!Kau jangan cakap macam tu.Tak mustahil kalau kau boleh berubah.Mungkin kau boleh berubah..kerana lelaki." Afiana pula bersuara. Mata Qisti membulat.

"Oops!Cop!tadi kita ada buka topik pasal lelaki ke? Tak de kan? So,why tetiba je cakap pasal lelaki?" Qisti bingung.Adyla membuka mulut untuk membuat ulasan,tapi..
\'Kriinnnnggg!!\' loceng berbunyi.


HARI-HARI terus berlalu tanpa terasa. Qisti pula berasa seronok dan selesa di sekolah itu.Sudah empat bulan dia menuntut ilmu di sekolah itu,dia mendapat ramai teman yang baik dan peramah. Guru-guru yang mengajarnya juga dari kalangan yang berpelajaran tinggi dan sudah berpengalaman mengajar selama bertahun-tahun. Ada juga yang sudah mula mengajar sejak 20 tahun yang lalu. Hebat sungguh !
Tetapi,yang menghairankannya adalah,bilangan guru lelaki yang sedikit di sekolah barunya itu. Setahunya,jumlah guru pada sesi petang ialah lebih kurang lima puluh orang. Namun, bilangan guru lelaki cuma dua peratus sahaja. Ini bermakna lebik kurang sepuluh orang sahaja.
Jadi benarlah apa yang pernah dia dengar selama ini iaitu lelaki sudak pupus. Pernah juga dia membaca artikel bahawa salah satu tanda kiamat sudah dekat ialah akan berlaku kepupusan lelaki pada akhir zaman. Jadi bermakna.. 'Hish..aku ni. Merepek saja. Doakan saja supaya itu tidak terjadi.’

"Alorh!Romantiknya diaorang. Siapa tu huh?Berani seh dating depan orang ramai. Sama cantik dan sama padan." Afiana bersuara. Dua pasang kaki itu terhenti di tepi kaki lima. Pelajar-pelajar lain yang sedang berjalan di belakang mereka agak terkejut dengan hentian mendadak Qisti dan Afiana. Qisti menyorotkan mata ke arah sepasang kekasih yang dimaksudkan tanpa menghiraukan mereka yang sedang menghadiahkan makian kepadanya.

"La..Afy..selama kita sekolah kat sini,kau tak kan tak perasan diaorang? Hari-hari diaorang dating kat tepi dewan terbuka tu. Kau tahu tak tu siapa?" Qisti bersuara sambil mengunyah roti. Masih tersisa setengah jam lagi untuk loceng berbunyi. Perkara ini telah membuatkan perut Qisti berlagu riang. Meskipun dia kelihatan agak kurang beradab,dia masih meneruskan kunyahannya.

"Siapa?Aku baru je perasan diaorang." Meskipun satu pertanyaan yang ringkas,tetapi,dia berharap sangat supaya Qisti memberitahu siapa gerangan pelajar itu.

"Yang hensem tu nama dia Azuan,dan si gadis yang berkaca mata yang ada kat depan dia tu Faeqa. mereka tu hot couple kat sekolah ni." terang Qisti sambil menuding jari ke arah pasangan remaja itu.

"Mentang-mentang budak tu hensem,tahu aje kau nama dia." Sindir Afiana.

"Mana ade! Hari tu aku jalan bertentangan arah dengan dia.Ape lagi,aku tengok lah name tag dia." jelas Qisti dengan jelas.

"ohh,ya?Kau cakap je lah dia tu hensem." dengan pantas Qisti mencubit paha Afiana. Mereka tertawa kegirangan.


QISTI memerhatikan teman sekelasnya.Ada yang menyiapkan kerja sekolah,ada juga yang menyanyi. Ada juga ang sedang berkumpul dan sedang asyik bermain permainan 'bingo’. Nama sahaja kelas pandai,tetapi langsung tiada gaya pelajar pandai.

"Hoi kawan-kawan!Cikgu Najihah tak masuk kelas hari ni. Dia tak sihat.Tapi dia ada pesan siapkan kerja yang dia bagi." jerit ketua tingkatan kelas itu,Mikail. Senyumnya meleret tiada penghujung.

"Hoourrehh!Cikgu tak masuk! Apa lagi,enjoy!" teriak seorang pelajar. Bagi Qisti,itu sudah menjadi perkara lumrah selama enam bulan belajar bersama-sama mereka. Setiap kali cikgu yang sepatutnya mengajar tidak dapat masuk ke kelas kerana sebab-sebab yang tertentu,mereka pasti bersorak girang.

Qisti yang duduk ditepi tingkap hanya mendiamkan diri.Dia memandang ke luar tingkap.Memerhatikan pelajar tingkatan dua keluar untuk waktu rehat.Tingkap yang sudah tiada cerminnya itu boleh membuatkan Qisti melihat dengan lebih jelas keadaan di bangunan bertentangan di mana pelajar tingkatan dua ditempatkan itu.Tiba-tiba,dia seakan tidak percaya. Ada seorang pelajar lelaki melambai ke arahnya. Qisti aneh. Dia melihat temannya yang berada di hadapan dan belakangnya.pelik.Mereka sedang asyik membuat kerja masing-masing.

\'Rasanya ku kenal siapa itu.Azuan?!\'otaknya ligat berfikir.Sejak hari itu,masa-masa bosannya diisi dengan memerhatikan Azuan dari jarak jauh. Bahkan,ketika sedang belajarpun dia sering menjeling untuk melihat Azuan.

---------------------------

PERALATAN alat tulis bersepah di atas meja. Sekejap ditolak ke kiri,sekejap ke kanan. Kemudian dimasukkan semula ke dalam bekas pensil dan ditolak ke tepi meja. Tangannya kini mencapai beg berwarna biru dan dihempas ke atas meja. Digeledah satu persatu isi yang ada dengan harapan apa yang dicari sejak tadi ditemui. Aneh! Apa yang dicari masih tidak dijumpa. Keluhan berat kedengaran. 'Mana pergi benda ni? Baru lima minit aku guna, takkan hilang macam tu je.’

Sepasang mata yang tajam ditujah ke arah sekujur tubuh yang berada di hadapannya. 'Ni mesti kerja budak seekor ni!’ Langkah dihalakan ke arah susuk tubuh itu.

"Weyh!Izat! mana pen biru dan pensil mekanikal aku?!"tanya Qisti dengan penuh tegas. Aizat terus mendiamkan diri sambil menjeling ke arah Qisti. Dibiarnya soalan itu berlalu tanpa jawapan. Qisti geram. Dia terus merentap bekas pensil berwarna hitam milik jejaka itu. dia mengeluarkan dua batang alat tulis yang dimaksudkan.

"Apa ni? Suka hati kau saja nak rentap-rentap barang aku. Kalau koyak siapa yang nak belikan? Kau ke? Pasti bukan kau! Minah kedekut!" Aizat bersuara. Dia merentap kembali bekas pensilnya. Qisti mendidih. Dia terus menjelerkan lidahnya ke arah Aizat dengan matanya yang juling. Aizat yang sedang melihat tepat muka Qisti terbahak-bahak dengan reaksi muka itu.

"Apa ni bising-bising? Kau orang ni,kalau satu hari tak bertekak tak boleh ke? Tak penat ke mulut tu nak berperang saja?" Adyla bersuara. Entah dari mana dia muncul. Tiba-tiba sahaja mencelah.

"Tak pe. Kalau nak senang,kita bawak je dia orang ni jumpa tok kadi. Tak adelah kita yang jadi mangsa,kan?" Kamal pula muncul dengan tiba-tiba. Bagaikan magis. Jejaka yang berbadan rendah itu mengenyitkan sebelah matanya ke arah Adyla. Mereka berdua terseyum sinis. Puas hati dapat mengenakan kawan mereka sendiri.

Qisti geram. Dia hanya mengetap bibir menahan geramnya yang membara. Dia membuang pandang ke luar tingkap. Mulanya sekadar ingin meredakan geram,tetapi…

Terpegun sungguh pabila melihat senyuman Azuan. Terkesima apabila menyedari bahawa mereka saling berpandangan. Cair hatinya. Terus hilang perasaan marahnya yang tadinya begitu membara. Dia mengukir senyuman. Kelihatan Azuan melambai-lambai ke arahnya.

Adyla yang perasan akan berubahan mendadak Qisti terus menyiku Aidil dan menepuk bahu Aizat lalu memuncungkan mulut ke arah Qisti. Serentak Kamal dan Aizat memandang Qisti.

"Woi,Qis! Kau tengok siapa tu sampai senyum sorang-sorang ?" tegur Kamal. Sejurus itu,Aizat bangun dari posisinya dan melihat ke bangunan sebelah.

"Ouh,tengok budak otai rupanya." Aizat bersuara. Qisti lantas merenung Aizat. Lama. Mata Aizat terkebil-kebil apabila berlawan mata dengan Qisti.

"Aizat.. kau boleh tolong aku tak? Mintakkan nombor budak otai tu. Bolehkan? Kau kan baik." Rayu Qisti dengan nada manja. Terasa kecut tangkai hati Aizat. Tak sangka perempuan yang amat disenanginya itu sebaliknya meminta nombor telefon lelaki lain. Sangkanya Qisti akan memarahinya. Namun,dia masih tak lupa akan statusnya yang hanya diaggap teman biasa.

"Sudah,sudah ! kalau ye pon,tak payah la sampai nak manja-manja dengan aku. Geli tahi telinga aku dengar." Mereka lantas ketawa sebaik sahaja Aizat menghabiskan kata-katanya. Sesungguhnya Aizat mengakui yang dia berasa teramat cemburu. Mana tidaknya,sang gadis yang menjadi pujaan hatinya kini sudah jatuh hati kepada orang lain. Dimintanya pula nombor telefon.

"Boleh tak?" Qisti masih ingin mendapatkan kepastian.

"Yelah. Nanti aku mintakan dalam bas. Nasib kau memang baik sebab aku satu bas sekolah dengan dia." Aizat bersetuju.

"Yeah ! Thank you Aizat ! That’s whylah aku sayang kau. Hahaha." Tawa Qisti kedengaran sungguh riang. Terasa seperti mahu sahaja dia memeluk Aizat pada saat itu. Namun, dia masih tak lupa pada ilmu yang dia peroleh sewaktu di sekolah agama berkaitan muhrim.


"CIKGU MAZNAH ! Saya tumpang letak buku Kemahiran Hidup ni kejap ye,cikgu?" tanya Qisti kepada seorang wanita yang berstatus guru yang mengajar subjek Kemahiran Hidup. Cikgu yang sedang sibuk di bengkel Kemahiran Hidup itu hanya mengangguk tanda kebenaran. Sejurus Qisti dan Adyla meletakkan buku mereka di atas meja yang tersedia di situ. Mereka keluar dan menuju ke surau untuk menunaikan solat Zuhur bersama-sama pelajar tingkatan satu yang lain.

Usai sahaja solat Zuhur,mereka bersurai ke kelas masing-masing. Murid kelas Satu Berlian Satu atau lebih tepat kelas di mana Qisti ditempatkan bergerak ke bengkel Kemahiran Hidup. Qisti dan Adyla berjalan agak lambat kerana mereka suka melambat-lambatkan sesi pembelajaran mereka.
Sebaik sahaja mereka melangkah ke dalam bengkel,mereka terus menjadi panik. Kenapa?

"Wei ! kau ada nampak tak buku KH aku? Tadi sebelum pergi solat,aku letak buku aku kat sini." Tanya Qisti kepada seorang rakannya,Intan. Intan hanya menggeleng menunjuk tanda tidak tahu. Qisti mulai rasa tidak senang hati. Dia mula membuat pusingan di dalam bengkel demi mencari bukunya yang sudah tiada. Masih tidak dijumpai. Qisti mulai berang. Dia berjalan menuju ke arah cikgu. Mujur Puan Maznah belum mula mengajar.

"Cikgu,boleh saya tanya? Cikgu ada nampak tak buku KH saya di sini tadi?" dua soalan sekaligus diajukan kepada wanita itu, seperti dialah pesalahnya.

"Saya tak perasan pula siapa yang ambil buku awak. Mungkin pelajar Satu KA(Kelas Agama) Satu agaknya kerana,tadi ada pelajar kelas tu datang ambil buku mereka. Mungkin mereka tersalah ambil. Tak apalah,awak ambil pas keluar kelas ni untuk ambil buku awak." Puan Maznah menghulurkan pas kebenaran keluar kelas kepada Qisti. Qisti menarik tangan Afiana sebagai tanda dia memerlukan Afiana saat ini untuk menemaninya.

Sebaik keluar dari bengkel kemahiran hidup,Qisti dapat menangkap kelibat Azuan dengan begitu pantas. Kelihatan Azuan dan teman sekelasnya menuju ke bengkel kerja kayu yang bersebelahan dengan bengkel di mana kelasnya ditempatkan. Jantungnya berdegup laju. Terasa mengalahkan F1. Qisti dan Afiana terus berjalan menuju ke bangunan yang berada di hadapan mereka tanpa menoleh sedikitpun ke arah Azuan dan kawan-kawan.

"Hai,awak dua orang. Nak pergi mana?" tanya seorang daripada mereka. Tetapi,yang pasti bukan ditanya oleh Azuan. Qisti dan Afiana membisu. Tiada apa yang perlu dijawab rasanya. Qisti memandang pelajar lelaki itu lalu berkalih kepada Azuan. Azuan seperti tersenyum. Auhh! Senyuman itulah yang membuatkannya berdebar tiada penamat.

"Awak,awak pernah kena cium? Pernah tak?" Qisti dan Afiana terpana sebaik sahaja soalan itu diajukan. Mereka saling berpandangan. Sekali lagi Azuan tersenyum dengan pertanyaan temannya itu. 'Fuhh! Apalah ! ada ke patut kita ditanya soalan seperti itu. Tak boleh berfikir dengan waras agaknya. Umur baru setahun jagung,dah pandai nak tanya macam tu. hish !’rungut Qisti. Pelajar lelaki tadi yang berbadan gempal dijeling Qisti tanda tidak puas hati dengan soalan yang diajukan. Qisti dan Afiana pantas meninggalkan mereka tanpa sedikitpun layanan dan senyuman.

Qisti dan Afiana mendaki tangga dengan penuh sabar. Mendaki tangga ke kelas yang berada ditingkat tiga membuatkan kaki mereka berasa sungguh longgar. Mereka menarik nafas bersempena ingin menaikkan kesegaran semula. Qisti segera menjengah mencari buku yang dimaksudkan. Dicapai dua biji buku yang berada di atas meja temannya lalu dipastikan nama tersebut. Qisti Aweera Binti Ismayl. Sudah terang lagi disuluh,itu memang buku miliknya. Pasti ada pelajar yang terambil.

Afiana menarik bahu Qisti dengan tujuan agar Qisti berpaling memandang ke arah yang dimaksudkan. Qisti tersentak. Dia kini sedang memandang Azuan di bengkel yang berhadapan dengan bangunan di mana dia berada. Mereka saling berpandangan.

"Kau tahu tak? Tadi masa kau jumpa buku kau tu,aku terperasan dia tengah tengok kita. Kau tak takut ke kalau dia dah dapat cam budak yang dia lambai selama ni?" Sambil menyelam minum air. Alang-alang dah berhujah,Afiana tanyalah sekali.

"Itulah yang tengah ligat aku fikirkan sekarang ni. Aku rasa dia dah tahu kut. Habis,kalau dia dah tahu bererti tiada lambai untuk aku lagilah?"Qisti cemas. Berharap sungguh dia akan lambaian daripada seseorang yang sudah berkekasih yang bernama Mohamad Azuan Naym. Mereka menuruni tangga depan pantas dan berhati-hati dengan harapan tidak ketinggalan akan sesi pembelajaran. Soalan yang diajukan tadi dibiarkan tanpa jawapan.

Azuan ligat memerhati dua gadis yang sedang berjalan di hadapannya. Dia mengamati wajah kedua-duanya. Berharap dapat mengecam wajah salah seorang daripadanya. Tetapi hampa. Yang seorang tinggi,yang seorang rendah. Dia tertawa kecil. Tapi tak terluahkan tawanya.

----------------

SUDAH banyak kerja sekolahnya yang tertangguh. Dia bertekad mengurung dirinya di dalam bilik semata-mata kerana ingin menyiapkan kerja sekolahnya. Qisti meniarap di atas katil dengan beralaskan bantal di dada. Di hadapannya tersedia beberapa buah buku. Pen biru di tangan memainkan peranan. Sesekali terasa languh. Namun masih berniat untuk meneruskan. Sudah berapa kali matanya mengerling ke arah telefon berjenama Nokia N77 yang berada di sebelahnya.

Tiba-tiba telefon itu bergetar sebagai tanda ada pesanan ringkas daripada sesorang. Dicapai telefon bimbit itu dan dilihat nama yang tertera pada skrin. Aizat.

'Qis, ni nombor Juan..0177890123..’. Ringkas benar SMS itu.

'Oh,thanks Aizat!’. Balas Qisti.

Qisti tersenyum lebar. Gembira yang teramat sangat. Nombor yang diberikan Aizat sebentar tadi disimpan di dalam buku kenalannya. Hanya satu yang terlintas di akalnya. 'Aku nak kacau dia’. Punat ditekan dengan pantas. Seakan-akan sudah lali dengan telefon itu. Nombor tadi didail tanpa rasa gementar. Setelah talian sudah disambung,perasaan gementar itu muncul dengan degupan jantung yang amat dasyat rasanya.

'Tutt..tut..’

"Hello." Satu suara memecahkan gementarnya yang amat menebal sebentar tadi.

"Hello. Erm,boleh saya tahu ini siapa,ya?" balas Qisti dengan gentar. Aduhai! Bukan ke sepatutnya dia yang tanya macam tu kata aku? Huhuhu. Detik Qisti.

"Saya Azuan. Ada perlu apa,ya dan ini siapa pula?" 'Wah ! romantiknya suara dia. Patutlah Faeqa cair.’ Sekali lagi terdetik di hati. Ligat dia berfikir. Nama apa ya aku nak bagitahu dia? Kalau bagitahu nama sebenar,takut dia boleh cari pula.

"Saya Dayana. Sebenarnya,tujuan saya menelefon awak ni adalah untuk berkenalan dengan awak,boleh?" Tiada rasa malu singgah di hati. Selamba. Hilang seleranya terhadap kerja sekolah. Bukupun terasa tidak ingin dipandang. Tangannya kini ligat menggentel helaian rambutnya.

"Dayana? Sedap nama tu. Awak bersekolah di mana? Dan,daripada siapa awak dapat nombor telefon saya?" Azuan bertanya dengan penuh keinginan. 'Pandai pula dia main dengan ayat’.

"Hahaha, really ? saya bersekolah di Sekolah Menengah Pas..eh, Sekolah Menengah Taman Pasir Putih. Saya dapat nombor awak ni daripada seorang kawan saya,alah,awak tak kenal kawan saya tu." dalihnya. Hampir sahaja Qisti memberitahu tempat belajarnya yang sebenar, Sekolah Menengah Pasir Gudang. Azuan mengangguk tanpa diketahui. Qisti puas dengan penyamarannya. Niatnya hanyalah ingin menyelami kehidupan jejaka yang melambai ke arahnya dengan lebih dalam. Dia benar-benar tidak bermaksud untuk mengganggu hubungan Azuan dengan Faeqa.

"Ermm,awak rasa awek awak mengamuk tak kalau dia dapat tahu ada perempuan kacau awak?" Qisti menginginkan kepastian. Manalah tahu,perang dunia ketiga bakal terjadi bila sahaja Faeqa tahu tentang Qisti. Perempuan mana yang tidak cemburu bila perempuan lain mengganggu sang buah hati.

"Saya rasa dia tak marah jika tak ada orang yang buat cerita yang tak elok. Awek saya tu sebenarnya baik orangnya." Jawab Azuan.

Belum sempat Qisti berkata-kata,Azuan sudah menyambung kembali perbualannya. " Ermm,okeylah Dayana,Juan ada kerja sikit ni. Nanti kita contact lagi okey? Bye!" soalan yang diajukan tidak dijawab dan talian terus diputuskan. Qisti mencebik.

Ouh ! dia ni,betul ke si Faeqa tu baik ? Aku tengok dia macam sombong je. Qisti mengimbas kembali kejadian yang berlaku di sekolah tempoh hari.


QISTI pantas menoleh apabila terasa kebas pada bahu kanannya. Dia memandang seraut wajah gadis yang berkaca mata berbingkai hitam di sisinya. Faeqa? Qisti mengukir senyum secara tiba-tiba. Terasa bersalah jika tidak menghadiahkan senyum pada gadis itu.

"Hey ! lain kali,jalan guna mata. Kau fikir ni jalan ayah kau, suka hati je nak langgar orang !" tengking Faeqa. Teman-temannya hanya memerhatikan sambil tersenyum sinis. Senyum yang tadinya manis bertukar hambar dan semakin hambar. Kelihatan Faeqa menepuk-nepuk bahunya,seolah-olah perlanggaran yang berlaku tadi telah menyebabkan bajunya kotor dan berdebu. Mereka berlalu tanpa mengucap sebarang kata maaf.

Huh ! Inikah kekasih Azuan yang dibanggakan sangat tu? Buruk benar sikapnya. Rupa-rupanya Azuan bertuah dalam malang.

"Qis ! Itu makwe Azuan,right? Harapkan muka saja yang lawa,tapi perangai dia teruknya. Tahulah dia punya barang sekolah berjenama . Bukan ke dia yang langgar kita tadi?" berkerut dahi gadis kecil molek itu.

"Biarlah,Afi. Mungkin begitu caranya meminta maaf dengan baik."

"Kau ni,mudah sangat memaafkan orang. Entah-entah kalau dah kena klentong dengan jantan pun,senang je kau maafkan." Marah pula dia dengan jawapan yang diberikan Qisti. Sesungguhnya gadis itu benar-benar baik.


DERINGAN yang menandakan kemasukan mesej benar-benar mematikan lamunan Qisti. Siapa ni yang mesej malam-malam. Aduhai ! Malaslah pula. Lambat-lambat dia menyambar telefon bimbit yang berada di sisi. Skrin telefon itu ditatap dengan peuh persoalan.

'Azuan.’ Nama itu terpampang pada skrin. Senyum terukir dengan sendirinya. Lantas jarinya laju menekan pad kekunci.

'Dayana,sorrylah. Tadi saya ada kerja sedikit,tolong abah saya. Oh ye,awak duduk di mana,ya? Juan rasa kita mesej sajalah. Lagipun nanti habis pula kredit awak.’ Setiap patah perkataan yang tertulis diulit satu-persatu. Qisti berasa teruja kerana dilayan dengan baik.

'Tak ape , saya tak kisah. Juan tolong abah Juan ? Tolong ape ? Yana duduk di atas kerusilah,kenapa ? Juan duduk di atas meja,ye ? hehehe.’ Qisti tahu,maksud 'duduk’ yang dinyatakan adalah tempat tinggalnya. Sengaja dia bergurau,sekadar mengusik. Punat 'hantar’ ditekan. Beberapa minit kemudian,dia menerima satu mesej. Terus dicapai telefon bimbit itu.

'Memanglah duduk di atas kerusi. Siapa yang kata duduk di atas meja. Yana tinggal di mana? Begitulah maksud Juan. Aduhai ..’ Qisti ketawa sendirian. Berjaya juga dia mengenakan Azuan.

'Hehe,Yana tinggal di Taman Aruna. Maaflah Juan. Yana saja je gurau tadi. Juan pula tinggal di mana?’ giliran Qisti pula bertanya.

'Juan tinggal di bumi la. Hehe.’ Qisti mengetus geram sejurus membaca sebaris ayat ringkas itu. mungkin balasan kerana mengusik Azuan. Qisti melamun. Teringat akan senyuman Azuan yang amat menggoda hati gadisnya. Bibir lelakinya yang seksi ditambah pula dengan lesung pipitnya yang kecil yang makin melihatkan kematangan wajahnya. Qisti tersenyum pabila dapat membayangkan seraut wajah tampan itu dilayar kosong pada dinding yang dicatkan dengan warna ungu cair. Sepasang mata yang sejak tadi memerhatikannya tidak diendah. Angau agaknya adik aku ni! Teka Iysma Ameera.

Malam jadi siang
Siangpun jadi malam
Tidur pun kutak bisa tenang
Bila sedang jatuh cinta
Semua terasa indah
Aku tergila-gila..

Lagu yang dinyanyikan oleh seorang penyanyi dari seberang tanah air dan juga penyanyi kegemaran Qisti terngiang-ngiang di corong telinganya. Sungguh kena lagu itu padaku. Fikirnya.

"Hello! Siapa ni?" kasar suaranya bila menjawab panggilan yang telah mengganggu lamunannya sebentar tadi. Kerana nafsu Amarahnya itulah dia terus menekan punat 'jawab’ tanpa melihat gerangan yang menelefonnya tanpa diundang.

"Hey Yana! Ni Azuan lah. Kenapa marah-marah ni? Kenapa tak balas mesej Juan tadi?" Qisti terkejut apabila nama Azuan disebut. Terpaku seketika. Pertanyaan yang diajukan padanya sebentar tadi tidak dijawab gara-gara masih berfikir apakah itu benar Azuan. Suara yang baru didengar tadi diulang dengar dalam kepala otaknya. Benarlah itu suara Azuan. Sungguh romantis suaranya.

"Hey! Hello,ada orang tak ni?"

"Err,a..ada." perasaan terkejut masih tersisa.

"Kenapa marah-marah tadi? Kenapa tak balas mesej Juan? Dah setengah jam Juan tunggu tahu tak!" marahnya tiba-tiba. Setengah jam? Benarkah? Qisti memandang Iysma lalu bertanya padanya dengan menggunakan isyarat mulut.

"Dah pukul sebelas setengah malam." Jawabnya ringkas sebelum meneruskan kerja sekolahnya.

"Maaflah. Tadi..err,tadi..Qis..eh..Yana..Yana tengah bad mood dengan kawan Yana. Ingatkan dia yang call tadi." Mujur dia dapat membuat alasan. Cuak juga rasanya bila terlepas perkataan 'Qis’. Iysma pula membuntang bila mendengar adiknya membahasakan dirinya Yana.

"Habis kenapa tak balas mesej Azuan? Setengah jam tu lama tahu tak!" marah Azuan kedengaran manja. Qisti terdiam. Kali ini dia tidak tahu menjawab. Kedua-duanya berdengus kecil.

"Err,Yana nak jadi adik angkat Juan tak?" satu soalan diajukan kepada Qisti secara tiba-tiba. Kedengaran nada suaranya menurun sedikit.

"Nak!" jawabnya ringkas. Gembira rasanya bila ditawarkan sebegitu rupa oleh orang yang amat dia senangi.

"Bila agaknya tarikh rasmi ?,"

"Mestilah hari ni,takkanlah tahun depan pula," tawanya kedengaran di corong telinga Qisti. Qisti turut melepaskan tawanya yang tak dapat ditahan lagi.
Tiba-tiba,terfikir sejenak olehnya akan apa yang bakal terjadi jika jejaka itu mengetahui tentang siapa dia sebenarnya. Terdiam seketika. Tiada lagi suara yang terdengar dari corong pembesar suara telefon yang dipegang Qisti.

"Hello,adik. Hish,adik Juan yang seorang ni,suka sangat melamun," usik Azuan.

"Yelah,abangku. Sorry ye. Tadi cuma teringatkan masalah kawan sekejap," Qisti cuba memujuk.

"Ouh,masalah kawan ye. Yana…tut..tutt," talian terputus sebelum sempat Azuan meletakkan penamat pada ayatnya. Qisti berdengus. Telefon bimbit dicampak di atas katil.

Comments Novel: Cinta bukan jaminan


"saya terpaksa balik Malaysia dulu. Ibu saya sakit." Aku bersuara sejurus Habib samapai.
‘habis tuh, camne ngan plan kite? Saya ade kerja penting yang nak diselesaikan ni. Mungkin dalam mingggu depan baru saya dapat balik." Ujar Habib dalam nada kecewa.
Tau. Aku tau dan faham sangat isi hatimu Habib. Aku pun tak nak balik Malaysia seorang diri. Aku nak balik dengan kau. Perkenalkan kau pada keluarga aku. Dan kita akan bersatu seperti yang kita inginkan. Sesungguhnya kaulah yang pertama dalam hidupku dank u harapkan menjadi yang terakhir.
"takpela. Awak balik dulu. Jaga ibu awak. Tapi jangan cerita apa-apa dulu tau. Nanti saya balik kita buat suprise, okey?" Habib bersuara selepas lama membisu.
Aku senyum dalam keterpaksaan. Entah kenapa. Aku dapat merasakan perasaan yang tidak enak untuk pulang ke bumi tercinta. Sepatutnya, aku dah pulang tahun lalu selepas grad untuk degree kat perancis ni tapi aku mengambil keputusan untuk bekerja di sini untuk menimba ilmu selama beberapa tahun. Tanpa kuduga, classmate ku yang sudah bertahun-tahun bersama ku menimba ilmu di bumi orang ini menyimpan hati kepadaku. And the most important thing is, aku pun dah lame simpan hati kat die!!! Kebetulan pula kami bekerja di tempat yang sama. Kami merancang untuk berkahwin hujung tahun ni. Setelah diri benar-benar bersedia untuk berkahwin dan duit pun cukup. Pulang ke Malaysia dan membuat suprise kepada keluarga kami. Uh, seronok- seronok. Tapi, nampaknya, ape yang kami rancangkan tak dapat nak di realisasikan. Aku terpaksa balik ke Malaysia terlebih dahulu.
Sampai saja di Malaysia aku terus ke pusat perubatan university Malaya untuk melawat ibuku. Tiada benda lain yang bermain di mindaku selain keadaan ibuku. Di wad ibuku kelihatan seorang doctor muda sedang merawat ibu
"assalamualaikum." Aku member salam.
"walaikumussalam. Awak ni anak patient ke?" balas doctor itu.
"ya saya. Macam mana dengan ibu saya?"
"oh. So far, she’s getting better. But, i have something to tell you. Ibu awak pun dah tidur sekarang ni and what if, saya cerita kat bilik saya?"
‘ok."
Aku pun berlalu ke bilik doctor itu tanpa sempat berjumpa dengan ibu. Dalam hati aku berdoa biarlah apa yang doctor ni nak cakap adalah benda yang baik. Nervous sungguh rasanya.
"duduklah dulu." Jemput nya.
"erm, sebelum tu elok saya perkenalkan diri dulu la. Saya dr. Hariz. Saya yang bertanggungjawab ke atas kesihatan ibu kamu. Tapi, saya tak pernah Nampak awak sebelum ni." Dia memulakan bicara.
"actually saya tak tinggal kat Malaysia. Saya kerja di france. Saya balqis." Aku memperkenalkan diri.
"oh, patutla. Tapi ibu awak pun ada cerita kat saya pasal awak. Engineer ye.. hebat ! "
Alamak.. ibu cerita ape pulak kat die ni?? Jamgan la yang bukan-bukan. Jatuh saham aku nanti.
"oh, really? Ibu saya cerita ape pulak pasal saya?" hahah.. korek- korek sikit. Nak tau jugak ape yang ibu cakap. Aku merenung dr Hariz. Irasnya macam habib! Sungguh. Alahai rindu pulak kat pengarang jantung aku yang sorang tuh. Ape la yang die buat sekarang..
"cik Balqis.." dr hariz menegur. Baru aku tersedar. Dah jauh aku melayang.
"ingatkan siape? Buah hati tertinggal kat france ke ?"
Huh, kantoi pulak. Aku sekadar senyum. Malas la nak jawab. Lagipun atas dasar ape aku kene bagitau die? Aku cuba menukar topic.
"so, ape yang dr nak cerita tadi?"
"okey. Well, your mother sebenarnya under pressure. Buat mase ni I think its better for you and family take good care of your mother. Be by her side. She need you very much. I can see in her eye everytime she told me about you"
What? Everytime? Apela yang ibu aku cerita ni. Tapi, rase sedih bila tau keadaan sebenar ibuku. Memang aku tak ada di samping ibu. Aku sibuk mencari rezeki kat Negara orang dan mengabaikan ibuku. Alahai, touching sungguh.
"penyakit darah tinggi tuh normal. Tak perlu bimbang sangat sebab still under control. But kite kene take care jugaklah. And the most important thing is happy kan mother you. Jangan biar dia runsing. It is not good for her health."
"i see. Insya-allah i will take care of her. Saya pun dah transfer balik ke Malaysia. Anyway, thank you, dr. I really appreciate your help."
"nothing la. Its part of my job" baklas dr hariz.
"so, if you nak melawat your mother pergila. Sebab tadi dah bantutkan niat you" sambungnya.
"okey. I pergi dulu. Thanks dr." Aku terus berlalu pergi.
Wad ibu.
"balqis!!!! Ibu rindu balqis, saying. Alhamdulillah balqis dah balik"
"maaf bu. Balqis selalu taka de kat sisi ibu. Sekarang ni balqis dah pindah Malaysia and balqis akan sentiasa ada dengan ibu."
"baguslah. Ibu gembira sangat-sangat. Tapi, ibu lagi gembira kalau balqis boleh buat sesuatu untuk ibu."
Lain macam bunyik nye...
"ape die bu? Balqis sanggup lakukan ape saje asal ibu happy.."
"kahwin dengan dr hariz. Ibu berkenan sungguh dengan die. Die pun bujang lagi. Memang suke dengan kamu. Selalu tanye ibu pasal kamu. Atau kamu dah ade pilihan hati sendiri?"
Aduh, problem-problem. Macam mane aku nak cakap aku dah ade pilihan hati. Muke ibu ni Nampak sangat mengharap. Ishk, patutla dr hariz tuh pandang aku luar biase aje tadi.
"ibu, balqis piker dulu la"
"okey saying. Bile dah buat keputusan nanti, cepat-cepat beritahu ibu."
Sebulan selepas itu.
Aku pun tak pasti dengan ape yang aku lakukan. Terang- terang hati aku kat orang lain tapi hari ini aku bakal bertunang dengan dr hariz. Pada habib aku dah emelkan menceritakan ape yang berlaku. Selepas itu aku off handphone ku sebab aku tak sanggup nak menghadapi habib. Serius. Aku rase serba salah. Satu kebahagiaan ibu yang aku saying. Satu lagi chenta hati ku yang dah merancang untuk hidup denganku. Entah lah. Aku serahkan semua nya pada takdir. Kalau ikut cerita Hindustan, jika betol aku ade jodoh dengan habib, pasti aku akan bersama die jugak.
Aku duduk menunggu bakal mak mertua menyarung cincin perjanjian di jari manisku. Dup dap dup dap. Entah ape la perasaan aku sekarang ni. Bercampur baur. Pintu terkuak. Bakal mak mertua ku melangkah masuk. Aku hanya berpakaian kebaya panjang pink dan berselendang. Ayu la juga. Natural beauty la katekan. Tapikan, bakal mak mertua aku ni macam biase pernah kulihat. Eh, mak habib kan? Aku pernah Nampak foto die. Habib yang tunjuk. Berderau darah aku. Ape sebenarnye ni?
Selesai menyarungkan cincin aku pun keluar untuk berjumpa dengan keluarga tuning aku. Haih, dah jadik tuning orang dah aku ni. Tapi saying bukan dengan habib. Tiba- tiba aku terpandang satu wajah yang cukup ku kenali. Wajah yang kurindui. Habib!! Ape die buat kat sini?
"tahniah." Matanya mulai merah.

Comments Novel: Cerita Airmata

Pang! Satu tamparan lagi hinggap di pipiku. Sedikit darah terbit di tepi bibir. Aku mengesat dengan baju lenganku yang lusuh. Hari ini saja aku telah menerima 3 kali tamparan semata – mata kerana lambat melayani permintaannya. Airmata mengalir lagi. Aku hiba.
"Sini kau" sergah Muhkriz sambil menarik rambutku yang terjurai panjang. Aku mengaduh kesakitan.
"Maaf ! Tuan Mukhriz. Sakit..sakit..aduh! Rambutku disentap dan tubuhku dihumbankan ke bucu meja. Perutku senak.Kesakitan Juwairah tidak tertanggung lagi.Dia menjerit dan meraung di situ. Apa dosaku tuan…..aku mengetap bibir menahan kesakitan.
Wajah Muhkriz bengis memandang Juwairah yang terjelepuk ke atas lantai. Dadanya berombak kencang menahan kemarahan. Langsung tiada riak kasihan pun pada perempuan yang sedang menanggung kesakitan itu. Padanya perempuan itu sememangnya layak di layan begitu. Jijik!
"Ingat ya! Lain kali kalau kau lambat lagi jawab panggilan aku, nahas kau" amaran Muhkriz keras. Juwairah cepat - cepat menganggukkan kepalanya, takut dipukul lagi. Ya! tuhan..hanya kerana aku lambat menjawab panggilannya saja, aku telah terima menerima hadiah sebesar ini. Terima kasih ….Muhkriz.
Juwairah merangkak perlahan menuju ke biliknya. Melihat dirinya diserpihan cerminyang pecah, itupun dikutipnya di dalam buangan tong sampah. Nak membeli memang dia tidak mampu. Bibirnya bengkak, lengan, peha dan perut ada kesanlebam kebiruan. Juwairah menitiskan airmata. Dia amat sedih dengan perlakuan Tuan Muhkriz yang tidak pernah ada rasa belas kepadanya. Dari hari pertama dia menjejakkan kakinya ke Villa Damai ini, layanan Mukhriz tidak pernah lembut malah sentiasa mengkasari Juwairah tanpa apa jua alasan. Hina sungguhkah akudimatanya.
Ingatku masih segar, mengimbau kembali saat itu.
"Siapa yang papa bawa balik ni. Kotor betul, muka pun comot. Eeii…busuk la pa", tegur Puan Sri Sharifah Zakiah sambil menutup hidungnya. Matanya menjeling tajam. Meluat melihat diriku yang kotor dan busuk. Hatiku pedih mendengar kata – kata itu. Tan Sri Syed Mahmud diam hanyamemberi isyarat kepadaku supaya mengikuti arahan isterinya.
"Mak Mah…ooo…Mak Mah". Terkocoh – kocoh wanita tua itu berlari.
"Ya..Puan Sri"
"Bawa perempuan kotor ni, masuk bilik stor belakang. Itu tempat dia. Lepas tu, suruh dia bersihkan dirinya. Mak Mah kena ajar dia nanti apa yang perlu dibuat, ingat! jangan nak duduk senang kat sini" herdikan Puan Sri menikam jantungku. Masakan aku nak duduk senang di sini. Aku sedar siapa diriku. Aku memang tak layak untuk menikmati apa – apa kemewahan di villa ini.
Pesanan arwah ayah ku sematkan di hati . Ah! Hanya 7 tahun saja aku di sini. Aku perlu menglangsaikan hutang-piutang ayah supaya rohnya tenang nanti. Aku hanya perlu sabar dan tabah untuk meneruskan kehidupan di sini. Ya! Sabarlah wahai Juwairah….
Jeritan Tuan Syed Mukhriz dari luar bilik mematikan lamunanku. Ah! Dia lagi. Tak habis – habis mencari aku. Apa lagi yang dia mahu. Juwairah bingkas bangun dan berlari terhinjut – hinjut mendapatkan Tuan Muhkriz , cuba menahan kesakitan tadi.
"Ya…Tuan Muhkriz", tergetar suaraku menjawab panggilan Mukhriz.
"Malam ni, aku tahu kau pakai elok - elok sikit. Jangan nak bikin malu aku je. Walaupun kau tu tak layak, tapi aku tak boleh tahan kalau kau tu asyik nak kena kutuk je. Ingat tu… maruah aku, kau kena jaga juga. Faham". Dua tiga kali kepalaku ditunjal – tunjal, bimbang peringatan keras itu diabaiku. Teruk betul, cakap aje latak payah nak tunjal kepala aku.
"Sa..saya tanya boleh, tuan"
"Apa dia"
"Ada apa – apa yang istimewa ke malam ni, tuan".
"Bukan urusan kau nak ambil tahu. Ingat! pesan aku tu tadi. Bodoh!". Kepala Juwairah ditunjal lagi. Muhkriz berlalu pergi meninggalkan aku yang masih terpinga – pinga.
Ah! Apa yang aku nak pakai ni. Juwairah gusar memikirkan baju yang ingin dipakainya malam nanti. Mana tidak nya, dia tidak pernah ada walau sepasang pun baju yang cantik. Usah katakan cantik, yang elok sikit pun dia tidak pernah memilikinya. Sepanjang dua tahun bekerja di villa ini, aku tidak pernah keluar malah gaji pun tak pernah dapat. Aku hanya mengharap ehsan Mak Mah yang kesian melihat kedaifanku. Kadang – kadang diberinya sehelai dua baju kurung kedahnya yang besar bersama kain batik. Itu saja yang aku ada. Nak harapkan Muhkriz, memang takkan dapat la jawabnya.
Juwairah berjalan mundar – mandir memikirkan masalahnya. Emm…minta tolong Mak Mah la, mana tahu mungkin ada bajunya yang elok sikit.
*********************************
Malam itu, ramai sanak – saudara Tan Sri Syed Mahmud dan Puan Sri Sharifah Zakiahhadir bagi meraikan majlis ulangtahun perkahwinan mereka yang ke-52 tahun. Khemah kanvas tertutup berwarna putih gading dihiasi indah dengan bunga ros merah yang segar. Kebanyakan yang hadirterdiri dari saudara – mara yang berpangkat dan kaya – raya. Lihat saja pakaian mereka yang begitu gah, kelipan labuci menghiasi dada, kilauan berlian di leher, tangan dan dijari memukau mata yang memandang. Juwairah terpaku melihat suasana begitu. Rasa rendah dirinya menyelubungi jiwa, tak layak sungguh aku untuk bersama – sama dikalangan mereka sekalipun berstatus orang gaji. Juwairah tidak mahu alpa, dia segera membantu Mak Mah menyiapkan hidangan malam itu walaupun khidmat katering ada disediakan.
Juwairah sibuk membantu menyiapkan keperluan hidangan di atas meja besar itu. Tak menang tangan dibuatnya, begitu pantas dia membuat kerja dari mengelap, menyusun, menghidang malah sehingga melayani setiap tetamu yang hadir.
Dalam pada itu, Juwairah tidak sedar ada sepasang anak mata sedang asyik memerhatikan setiap perlakuannya. WajahMukhriz keruh, masam mencuka melihat senyuman Juwairah yang tidak putus – putus kepada tetamunya apatah lagi malam itu penampilan Juwairah amat berlainan sekali, nampak ayu berbaju kebarung labuh walaupun coraknya sudah ditelan zaman. Baju Mak Mah masa mudanya, mujur masih boleh dipakai.
Ah! dengan aku tak pernah pun kau nak senyum macam itu ..desis hati Mukhriz kegeraman. Hati Mukhriz membara. Kemarahannya disimpan ..kau tunggu lah malam nanti.
Tiba – tiba suasana senyap seketika, menanti pengumuman penting yang ingin disampaikan oleh Tan Sri Syed Mahmud.
"Assalammualaikum kepada semua hadirin. Sempena di hari ulang tahun perkahwinan ini, saya ingin umumkan satuberita gembira. Majlis pertunangan anak saya Syed Muhkriz dengan Sharifah Shahireen anak perempuan kepada Dato’Syed Bahtiar akan diadakan sebentar lagi. Dan mereka akan disatukan, 6 bulan dari sekarang iaitu sebelum saya dan isteri berangkat ke tanah suci. Harap kesudian tuan/puan sekalian menghadirkan diri dimajlis kami nanti".
Berita gembira itu, diterima dengan tepukan yang gemuruh dan ucapan tahniah yang tidak putus – putus. Wajah Mukhirz bersinar kegembiraan. Sebaliknya Juwairah bagaikan hilang nyawa di telan bumi.
*************************************
Kandunganku semakin sarat menyukarkan pergerakanku untuk membuat kerja – kerja rutin. Mujur ada Mak Mah yang banyak membantuku. Cuma di mata Puan Sri aku kelihatan menyakitkan hati dan mewujudkan kebencian yang meluap lebih – lebih lagi benih Mukhriz semakin membesar di rahimku.
Aku masih ingat kejadian 3 tahun dulu, saat Mukhriz di tangkap oleh Tan Sri ketikasedang merogolku. Tan Sri malu dengan perbuatan Mukhriz malah rasa bersalah pada arwah ayah yang merupakan bekas pemandu peribadinya. Tan Sri mengambil keputusan mengahwinkan kami secara rahsia pada malam itu juga bagi menutup malu walaupun mendapat bangkangan keras dari Puan Sri.
Hubunganku dengan Mukhriz hanya sekadar di atas kertas dan di ranjang saja sepanjang menghuni vila itu. Tidak lebih dari itu. Tiada kasih sayang, tiada belaian, tiada yang zahir, cuma yang wujud batinnya saja yang perlu dipenuhi saban malam. Kerakusannya menjamah tubuhku ibarat melepaskan nafsunya yang terpendam lama. Biarpun diherdik, dimaki malah dipukul sepanjang menjadi isterinyanamun aku tetap akur ketentuanNYA yang ingin menduga umatnya yang bertaqwa.
Kini, Mukhriz tidak lagi tinggal di villa ini. Sejak berkahwin, Mukhriz telah membawa isterinya yang cantik dan berpelajaran itu tinggal berasingan. Bimbang sialku akan berjangkit nanti pada isteri tercantiknya. Bagai disentap tangkai hatiku pabila mendengarkan keputusannya. Hidup ku tiba – tiba dirundung kesuraman dengan ketiadaannya. Namun kehidupan mesti diteruskan walau tanpanya. Aku pasrah.
Sikap Puan Sri Hajah Sharifah Zakiah tidak pernah berubah. Dia amat membenci Juwairah dan kebenciannya semakin memuncak. Perut yang memboyot itu direnungnya tajam. Dia perlu memikirkan sesuatu untuk mengugurkan kandungan itu.
Emm….percubaan pertama dulu, aku telah berjaya. Tapi kali ni, macam mana betina ni boleh lepas. Ah! aku mesti fikirkan sesuatu. Aku tidak boleh biarkan anak yang dikandung itu membawa nama keturunanku. Tak layak langsung. Jijik aku melihatnya. Kemarahan Sharifah Zakiah memuncak, dia perlu bertindak segera.
Pada malam berikutnya, Puan Sri telah memaksa Juwairah menelan sesuatu dengan harapan kandungannya akan gugur ataupun anak yang bakal lahir tidakdapat menikmati kehidupan di dunia kelak.
"Minum ni", secawan air hitam pekat disuakan kepadaku.
"Tak mahu..Puan Sri" aku menolak.
"Minum! Aku kata"
"Tidak, saya tak mahu…berdosa Puan Sri"…aku merayu.
"Ooo…degil ya. Nak melawan aku".
Puan Sri semakin mendesak. Tubuhku ditolak kuat sehingga aku tersembam ke lantai dapur. Aduh! Aku mengerang kesakitan yang amat sangat di perutku. Ada darah mengalir. Pandanganku terasa gelap, terus tidak sedarkan diri.
*************************************
Muhkriz terkedu. Surat yang disampaikan kepadanya dibaca. Isi kandung yang menyentuh jiwa telah mencalar sifat kelakiannya, akhirnya airmata Mukhriz gugur di pipi.
\"Kehadapan Tuan Syed Mukhriz yang sentiasa diingati…
Maaf sekiranya kehadiran surat ini menganggu situasi Tuan Mukhriz bersama isteri tercinta. Terlebih dahulu saya mohonmaaf dari hujung rambut sehingga hujung kaki, minta dihalalkan segala makan minum saya selama menetap di Villa Kasihbersama tuan.
Saya mohon maaf juga di atas segala tingkah laku saya yang kurang menyenangkan hati tuan. Kelemahan saya,kebodohan saya, kedaifan saya dan kemiskinan saya sehingga menyebabkan tuan malu akan diri ini.
Segala perbuatan tuan telah saya maafkanmalah saya halalkan segala tuntutan yangmenjadi hak saya selama saya menjadi isteri tuan. Untuk makluman tuan, anak saya kini telah berusia 10 tahun. Tapi jangan lah tuan khuatir, saya telah mendidiknya agar tidak menuntut apa – apa hak dari tuan malah saya tidak mengizinkan dirinya sama sekali menyebut nama tuan atau apa – apa yangberkaitan dengan nama keturunan tuan.
Kami anak – beranak sedar kedudukan kami di mata tuan. Saya tidak akan engkarakan larangan itu. Oleh itu, sudi lah kiranya, tuan dapat bertemu dengan anak saya yang hina itu untuk tatapannya buat sekali ini saja tuan.
Akhir sekali, izinkan saya buat sekian kalinya selama kita hidup bersama memanggil tuan, abang. Ya! Satu panggilan yang diidamkan oleh setiap wanita berkahwin begitu juga saya. Saya amat merindui panggilan itu. Moga roh saya tenang dengan izin abang. Terima kasih…. abang".
Sekian
Mengharap kasih – Juwairah
Surat dilipat kemas kemudian disisipkan kedalam saku baju. Mukhriz memandang wajah budak dihadapannya. Kelihatan tenang dengan senyuman menawan. Ya...mirip Juwairah cuma matanya saja miripku.
"Siapa nama awak" lembut bicara Mukhriz.
"Nama saya Hafiz, tuan"
"Bin?". Budak itu mendiamkan diri, kemudian menyerahkan sijil beranak kepada Mukhriz.
"Saya dilarang menyebutnya"
Mukhriz gumam lalu memeluk budak itu. Airmata bergenang dikelopak matanya.
"Lepas ni,panggil ayah…ya sayang"
"Maaf tuan. Ibu pesan, jangan sekali – kali saya cemarkan nama tuan dengan panggilan ayah. Saya tak nak langgar janjiibu. Tapi tuan jangan la risau ya, saya datang nak tengok wajah tuan saja. Saya tak kan tuntut apa – apa dari tuan. Terimakasih tuan kerana pernah menyayangi ibu saya. Selamat Tinggal". Budak itu berlalu pergi bersama penjaganya meninggalkan Mukhriz dalam kekeluan. Airmata gugur lagi.
Maafkan abang …Jue.